Pages

Rabu, 06 Juli 2011

All Roads Lead To Rome

5 kuntum bunga lily yang tak tau akan mekar ataukah layu sebelum kuncupnya mengembang, tapi saat ini bunga itu masih terlihat segar dan cantik.

Ghea menghirup nafas panjang lalu menghembuskannya dengan pelan, dia mengulanginya beberapa kali sampai akhirnya berhenti dan kemudian tersenyum. ia menatap air danau yang bening di depannya, menghabiskan pagi di tepian danau dan padang rumput yang luas, merupakan satu-satunya hal yang ia sukai semenjak pindah ke kota kecil yang jauh dari keramaian, dan hiruk pikuk metropolitan.
Ghea menatap kesekelilingnya, yang terlihat hanyalah padang rumput yang luas dan menghijau, udara yang segar dan embun sejuk yang masih menempel di rerumputan menimbulkan romansa tersendiri untuk Ghea. di sinilah dia bisa merasa dekat dengan orang yang teramat ia cintai, untuk orang yang sangat ia rindukan saat ini, dan seterusnya.
ketika ayahnya memutuskan untuk meninggalkan jakarta dan memulai hidup baru di kota kecil ini, Ghea benar-benar tidak yakin apakah dia bisa bertahan atau tidak dengan kehidupan baru yang tentu saja dari kehidupan sebelumnya. seprti yang dia tahu dan yakini bahwa istilah "pinang di belah dua" itu hanyalah sebuah ungkapan karena kenyataannya tidak ada dua hal dalam hidup ini yang benar-benar benar sama, seperti itu juga kehidupan. jika ada satu hal saja yang hilang maka semua akan berubah, tak pernah sama, dan Ghea harus kehilangan seseorang yang paling berharga dalam hidupnya, orang yang telah mempertaruhkan nafas untuk hidupnya. Ghea kehilangan mamanya, tepat di saat-saat ia sangat membutuhkan peran seorang ibu dalam hidupnya.
seperti perkiraan awalnya, dia sama sekali tidak bisa menyesuaikan diri dengan kehidupan baru yang sekarang dia miliki, karena bagaiman mungkin dia mampu bertahan kalau sebagian dari jiwanya menghilang, bagaimana mungkin dia bisa berdiri tegar sementara tempatnya bersandar, tongkatnya untuk bertopang telah di renggut dan tak akan pernah kembali datang.
semula, ayahnya merasa gagal bahkan putus asa, entah cara apalagi yang bisa ia tempuh untuk mengembalikan senyum dan keceriaan putri semata wayangnya. bagaimana mungkin Ghea bisa tersenyum dan tertawa ceria, jika temannya menghabiskan hari hanyalah kesendirian dan kesepian. hingga suatu hari, Ghea menemukan orang-orang yang kelak akan merubah hidupnya, selamanya. Ya, seprti yang semua orang tau selalu ada pelangi setelah badai tapi entahlah aku dan Ghea sama-sama kurang yakin dengan hal itu.

***

"Hey, kamu yang namanya Ghea? aku Tasya siswi baru di sini." GHea menoleh sebentar, tanpa mengacuhkan atau menyambut tangan Tasya, Ghea bangkit dari duduknya dengan sedikit mendengus pelan dia berjalan perlahan meninggalkan Tasya. Tasya hanya tersenyum kecil. " Hey, Ghea. ternyata mereka salah tentang rumor yang mengatakan kalau kamu itu punya dunia sendiri dan tidak seorang pun boleh memasukinya, yang benar adalah kamu sama sekali tidak punya dunia dan kamu takut orang lain tau itu."
"Ghea, menoleh perlahan kembali ke arah Tasya. hey, kamu benar aku Ghea, tapi kamu salah tentang ucapan-ucapanmu. dan tentu saja, mereka juga salah. tentu saja aku punya dunia dan hidupku sendiri dan aku bukannya tidak boleh ada yang memasukinya, hanya saja belum ada yang pantas untuk memasukiny, sekarang kamu mengerti apa yang aku maksud?"
"Ghea, aku tidak memahami apa yang baru saja kamu ucapkan, tapi aku percaya satu hal, bahwa itu tadi adalah kalimat terpanjang yang pernah kamu ucapkan semenjak dua tahun yang lalu, semenjak kamu menetap di kota kecil ini, dan satu lagi 'All roads lead to rome', jadi tunggu saja aku dan yang lainnya akan datang di dunia kecilmu itu.
"dengan senang hati, aku akan menunggu kedatangan kalian, dan sekali lagi kamu benar bahwa barusan memang kalimat terpanjangku tapi kali ini kamu membuat dua kesalahan. yang pertama duniaku tidak kecil dan yang kedua itu bukan kalimat terpanjangku semenjak dua tahun yang lalu, melainkan kalimat terpanjang semenjak aku berumur 5 tahun 11 bulan 20 hari."
kali ini Tasya membiarkan Ghea berlalu dan meninggalkannya. dia semakin penasaran terbuat dari apakah mata yang baru saja berlalu dari hadapannya, amta yang dingin, arogan namun menyimpan kesedian, kerinduan, dan harapan.
***
salah satu bunga jatuh ketanah, layu sebelum mekar. masih ada 4 kuntum yang masih bertahan dan menunggu waktunya untuk mekar ataukah jatuh berguguran.

Tasya, sorang gadis remaja yang pintar, cantik dan memiliki sejuta bakat dan talenta hanya saja terkadang gadis dengan segenap kemampuan seprtinya tidak memiliki keberuntungan dan juga kesempatan, karena keberuntungan dan kesempatan bukanlah milik orang yang mampu dan pantas melainkan milik mereka yang mampu mebayar untuk menutupi ketidakpantasan itu.
Tasya di keluarkan dari sekolahnya bukan karena dia bodoh, nakal, melakukan pelanggaran, tidak pantas mendapat beasiswa atau semacamnya, melainkan karena seorang anak kaya yang merasa bahwa Tasya merupakan ancaman baginya.
pada hari dia dikeluarkan, Tasya sama sekali tidak terlihat sedih ataupun menangisi keadaannya, sebaliknya dia hadapi langkahnya dengan senyum dan semangat baru yang lebih besar karena dia tau hidup yang akan dia lewati akan jauh lebih berat dari hari ke hari.
sebelum pergi dia menitipkan pesan untuk anak kaya yang telah merampas kesempatannya, begini pesannya :

aku tidak tau, sejak kapan aku mulai tidak mengenal kamu, sahabatku tapi masih pantasku aku menyebutmu sahabat setelah apa yang kau lakukan? kamu, orang yang membuatku merasa yakin bahwa mimpiku ini bukan sekedar khayal, melainkan sebuah kenyataan yang harus segera aku wujudkan. Tapi, ironis bukan? di saat aku akan mendapatkan satu hal yang sangat ku inginkan, aku justru kehilangan semuanya, sekolah ini, kebersamaan ini, kesempatan, dan terutama kamu, aku kehilangan seorang sahabat yang dengan teganya menikamku bahkan tanpa aku tau, sejak kapan dia menyimpan pisau kebencian itu. tapi bukankah kita tau ? "all roads lead to rome" suatu saat ketika kita bertemu lagi, pada saat itu aku janji bahwa aku telah mewujudkan mimpiku dan kamu tidak, karena kamu belum memulai apapun selama ini.

dan sekarang disinilah Tasya berada, di sebuah kota kecil yang sangat jauh berbeda dari tempat asalnya, sekolah dengan fasilitas seadanya, dan tentu saja hidup yang jauh lebih sederahan, tapi Tasya tidak pernah memamdang hidup dari sebagai satu titik diatas kertas putih melainkan seperti samudra yang luas tanpa batas, dalam hidup ini tidak hanya ada satu jalan untuk sebuah mimpi dan kesuksesan.
dan disinilah dia menemukan apa yang tidak pernah ia dapatkan sebelumnya, seorang sahabat yang tidak menerimanya dengan setengah tapi seutuhnya.

***
Ghea tersentak ketika sehelai daun kering jatuh di pangkuannya, lamunan panjangnya di buyarkan oleh sehelai daun kekuningan yang sekarang ada di tangannya. Dia menghela nafas panjang sebelum kemudian bangkit dari duduknya. Ghea,masih belum bisa memutuskan pilihan yang diberikan oleh papanya semalam. dimana dia harus memilih antara dua pilihan yang teramat sulit, ikut papanya kembali ke jakarta atau tetap disini dengan suasana yang mulai membuatnya meraa nyaman. kalau dia memilih ikut papanya, maka dia harus memulai kembali merajut kisah hidupnya yang baru sedangkan kalau dia memilih untuk tinggal di kota kecil ini bersama rajutan kisah yang sudah mulai terlihat hasilnya yang indah maka dia harus rela kehilangan papanya. Dua hal yang sama sekali tidak bisa ia pilih. bahkan papanya sama sekali belum mengatakan apa alasannya kembali ke jakarta. sampai suatu hari Ghea mengerti apa yang membuat papanya harus kembali. perusahaan tempat papanya bekerja mempromosikan papanya untuk pindah ke kantor pusat di Jakarta.
kalau saja, hingga hari ini Ghea masih sibuk dengan kesendiriannya mungkin semua akan lebih baik baginya, akan lebih mudah baginya untuk memutuskan. tapi semuanya menjadi berbeda semenjak kedatangan Tasya. dia benar-benar menjadi seorang pendengar yang baik di saat Ghea butuh teman untuk bercerita, dan dia juga seorang pencerita yang baik di saat Ghea merasa jenuh. Tasya bagi Ghea bukan hanya sekedar sahabat yang baik, melainkan juga kakak, adik, saudara. semua itu hanya menjadikan posisi Ghea semakin sulit. Ghea meninggalkan danau kecil tempatnya menghabiskan sore bersama Tasya, tapi entah kenapa tidak seperti biasanya, sore ini Tasya tidak datang bermain ke danau.

setangkai lagi, kuncup lily berguguran, layu tanpa sempat mekar.
***

Tasya kembali memandangi hasil pemeriksaan laboratorium miliknya, ia masih belum sepenuhnya sadar dari keterkejutannya. Tasya menatap dokter separoh baya yang menatapnya dengan penuh rasa iba dan kasihan, tatapan yang Tasya tau juga mencerminkan keputusasaan, persis yang selama ini ia dapati dari tatapan mata ibunya. Hanya saja, Tasya masih belum bisa mempercayai betapa selama ini ia telah di bohongi oleh ibunya, ia telah di bohongi oleh semua orang. Tasya mendesah pelan, sebelum kemudian ia tersenyum dan menatap dokter yang duduk di hadapannya.
"Tidak apa-apa om dokter, umur bukan masalah utama dalam hidup ini, semua orang pasti akan mati. hanya kapan dan bagaimana caranya saja yang berbeda. mungkin inilah rencana terbaik yang sudah disiapkan tuhan untuk Tasya. dan ini tandanya ALLAH juga rindu sama Tasya."
"Tasya, om tau kamu anak yang tegar. vonis ini bukan vonis akhir, semuanya bisa terjadi. keputusan ada di tangan sang maha kuasa."
"Ia om, sekalipun vonis ini benar, Tasya nggak akan di kalahkan oleh penyakit ini. Mimpi Tasya terlalu hebat untuk dikalahkan oleh sebuah penyakit"
Tasya meninggalkan ruangan dokter Pram dengan langkah ringan, meskipun beban di pundaknya sekarang semakin bertambah berat, Tasya tidak mau putus asa, dikalahkan oleh penyakit yang sekarang menggerogotinya dan kemudian pada akhirnya akan mati sia-sia. Ia mengayunkan langkahnya, pulang kerumah mungkin akan sedikit membantunya untuk memikirkan langkah-langkah awal yang akan ia tempuh pada hari berikutnya.
setengah jalan, Tasya berhenti ia menatap jalanan lengang di sekitarnya, kemudian membalikkan badannya dan mengayunkan langkah yang lebih cepat. Tasya berjalan sepanjang danau mencari seseorang, Ghea, sahabatnya. Karena ia tahu Ghea pasti bisa membantunya menentukan rencana rencana awal yang bisa ia lakukan selagi ia masih bisa menghirup udara segar tanpa bantuan alat rumah sakit. Tasya terduduk di rerumputan tepi danau, melepas penat sejenak, setelah beberapa saat menelusuri danau dia tidak menemukan orang yang dia cari, sore itu tidak ada Ghea. entah kenapa Tasya merasa, mungkin sudah saatnya ia untuk menjauh dari Ghea, agar nantinya setelah dia tiada, Ghea tidak akan merasa terpukul dan bersusah payah melupakannya.
Tasya menghempaskan badannya di rerumputan yang mulai basah karena matahari semakin tenggelam di ufuk, dan malam mulai tiba. sejenak ia memejamkan matanya sambil memikirkan, enatah apa yang akan terjadi esok, akankah ia masih bisa bernafas menghirup udara segar, akankah ia masih bisa melangkah bebas menelusuri kota kecilnya ataukah mungkin ia hanya bisa terbaring lemah di ruangan serba putih yang ia tau selalu tidak menyenangkan.

kuncup Lily yang ketigapun jatuh,kelopak putihnya bertebaran di tiup angin senja

***

dua minggu sudah berlalu, semenjak Ghea memutuskan untuk ikut papanya kembali ke jakarta. Dua minggu yang ia lalui dengan kehilangan dan mencari, dia tidak bisa menemukan Tasya, tidak di sekolah tidak juga di rumahnya bahkan para guru juga tidak tahu kemana Tasya menghilang. berulangkali Ghea menanyakan keberadaan Tasya pada orang-orang yang mungkin untuk di tanyai. tapi hasilnya sama saja, tidak seorangpun tahu dimana Tasya. mungkinkah Tasya tau bahwa Ghea akan kembali ke jakarta dan meninggalkannya, maka sebab itu ia marah dan tidak mau menemuinya. Tapi tidak mungkin, Tasya bukan orang seperti itu.
dua hari lagi ia akan meninggalkan kota kecil ini mungkin untuk selamanya, karena papanya sama sekali tidak pernah bercerita tentang rencana untuk kembali. haruskah ia pergi meninggalkan kota ini tampa mengucapkan kata perpisahan dengan sahabat terbaiknya? bagaimana bisa mereka hilang komunikasi di saat-saat terakhir mereka yang justru seharusnya di isi dengan banyak cerita, banyak kisah, banyak kenangan.
Tasya yang datang dengan tiba-tiba dan penuh tanda tanya, namun haruskah pada akhirnya dia menghilang dan pergi dengan tiba-tiba dan penuh tanda tanya juga?

***
Tasya terbaring lemah di sebuah ruangan putih dengan bau yang sedikit menyengat dan tidak nyaman. Ia hanya bisa memandangi taman kecil di luar jendelanya, ada bebera jenis bunga yang mulai mekar walaupun masih banyak yang kuncup dan ada juga yang sudah mulai layu, Tasya mendesah perlahan, akankah kehidupannya seperti bunga-bunga itu yang kuncup kemudian bermekaran? ataukah akan seperti bunga lainnya yang kuncup lalu jatuh berguguran tanpa sempat mekar terlebih dahulu.
"Tasya, sudah bangun ya? om dokter periksa dulu ya?"
"iya om, Tasya baru bangun kok."
"oh ya? gimana tidurnya semalam? nyenyak?"
"Hump, nggak akan pernah senyenyak dulu om, Tasya takut jika tasya mulai memejamkan mata dan kemudian tertidur, lalu keesokan harinya tasya tidak bisa terbangun lagi, tasya tidak bisa membuka mata lagi. Tasya belum siap om, masih banyak mimpi Tasya yang belum bisa Tasya wujudkan,untuk mama, untuk papa, untuk Ghea sahabat Tasya."
"Tasya, khan tasya yang selalu bilang "ALL ROADS LEAD TO ROME", jadi Tasya harus percaya, rencana ALLAH itu adalah yang terbaik untuk hambanya. Mimpi Tasya tetap bisa wujudkan kok, asalkan Tasya selalu percaya dengan keyakinan Tasya untuk mewujudkannya."
"iya, terimakasih om. Om dokter udah mau ngederin cerita dan keluhan Tasya, yang biasanya Tasya ceritain sama Ghea."
Ghea, sudah dua minggu Tasya tidak berbicara atau sekedar bertatap muka dengan sahabatnya itu. Tasya hanya ingin menghilang perlahan dari kehidupan Ghea, agar suatu hari nanti ketika saatnya tiba Tasya bisa meninggalkan Ghea dengan tenang dan tanpa beban kenangan. apakah sekarang Ghea mencarinya? apakah sekarang Ghea mulai merasa kehilangan dirinya? Tasya selalu tenggelam dalam sesal dan kesedihan setiap memikirkan hal tersebut.
biarlah persahabannya dengan Ghea ia simpan dan kelak di bawa ke surga. biarlah mimpinya untuk lebih lama menemani sahabatnya ia kubur bersama dirinya kelak, suatu hari nanti yang ia tau sudah tak lama lagi.

***
kali ini, kuncup lily yang hampir saja mekar, tiba-tiba layu dan jatuh bertebaran seperti kuncup kuncup lainnya

satu persatu orang meninggalkan Ghea yang terduduk dan tenggelam dalam tangisan panjang, tangannya menelusuru tiap lekukan nisan bertuliskan nama seseorang yang selama ini selalu menyediakan pundaknya saat dia menangis, seseorang yang selalu bersedia menyeka airmatanya ketika ia mulai tak sanggup melakukan apa-apa selain menangis. hari ini orang itu pergi meninggalkannya untuk selamanya, sahabat terbaik yang pernah ia miliki, seorang sahabat terbaik yang membuatnya paham apa arti dari sebuah mimpi dan cara mewujudkannya, seseorang yang teramat berarti untuknya, Tasya.
Hari ini ia pergi untuk selamanya, setelah sekian lama menderita kanker hati. Tasya menolak saran dokter untuk transplantasi hati, meskipun cara ini masih memungkinnya untuk bertahan hidup lebih lama atau bahkan sembuh total. alasannya hanya satu, ia tidak ingin orang lain merasakan apa yang ia rasakan, hidup dengan hati yang tidak utuh, sama sekali tidak berarti hidup, baginya lebih baik pergi, karena dengan begitu hidupnya tidak akan menjadi sebagian dengan hidup orang lain, melainkan seutuhnya hidupnya.

Ghea menggenggam erat surat Tasya yang ia titipkan lewat dokter Pram.

untuk sahabat terbaikku, Ghea.

aku tidak begitu yakin dengan apa yang akan aku tuliskan dalam suratku ini, yang mungkin saja adalah surat terakhir dariku.
dalam surat ini, aku hanya ingin mengucapkan terimakasih dan maaf.

terimakasih atas kesempatan yang telah kamu berikan untuk mengenalmu selama ini, sahabat terbaik yang pernah dan selamanya ku miliki.
terimakasih untuk setiap kenangan yang telah kamu berikan meskipun hanya sekejap semuanya berlalu.
terimakasih kamu telah menguatkan di saat lemahku, terimakasih kamu telah membuatku merasa di butuhkan sebagai seorang sahabat.
terimakasih karena kamu telah membuat semuanya menjadi lebih berarti.
mimpiku....

maaf aku tak bisa menepati janjiku untuk selalu menemanimu, tapi aku selalu berusaha untuk selalu dan selamanya menjadi temanmu.
maaf aku tidak bisa lagi bercerita padamu, tapi aku ingin kamu tau kalau aku akan selalu mendengarkan setiap cerita-ceritamu meskipun saat itu mungkin kamu tidak tau kalau aku sedang mendengarkanmu.
maaf, selama ini aku selalu menuntutmu terlalu banyak hal, sedangkan aku tidak pernah bisa memberi apa-apa.
maaf selama ini aku sering membuatmu marah, kesal, bosan bahkan mungkin benci, tapi aku cuma ingin kamu tau, sebagai sahabat aku selalu ingin sahabatku mendapatkan yang terbaik untuknya.
maaf, aku belum bisa menepati janjiku untuk menemanimu mengunjungi makam ibumu, tapi aku janji kalau nanti aku bertemu dengannya di surga, aku akan menceritakan betapa kamu merindukan dan selalu mencintainya dengan segenap jiwa.
maaf hanya surat ini yang bisa aku berikan sebagai salam perpisahanku...
Ghea, sahabatku percayalah ALL ROADS LEAD TO ROME. ini bukanlah akhir yang menyedihkan bagi kisah persahabatn kita, karena bagiku sempat mengenal sahabat sebaik kamu adalah suatu kebahagiaan yang tidak akan pernah berakhir.
sahabatku, berjanjilah untuk tidak menangis lagi, karena aku sudah tidak bisa lagi menyodorkan saputangan biru muda milikmu. berjanjilah untuk tidak menyendiri lagi, karena aku sudah tidak bisa lagi bersandar dan menemanimu sepanjang petang. berjanjilah, bahwa kepergianku tidak akan menjadi keterpurukan bagi hidupmu, karena sahabatku, setidaknya senyummu akan sangat menguatkan langkahku di kehidupan yang baru.


***

Ghea meninggalkan tempat peristirahatan terakhir Tasya dengan langkah berat, ia terus menggenggam erat surat Tasya di tangannya, kemudian berlari, terus berlari sejauh yang ia bisa hingga ia menemukan kemungkinan bahwa ia telah jauh meninggalkan kenyataan yang begitu pahit untuk di hadapi. Ghea terus berlari hingga tidak menyadari sebuah sedan hitam dengan kecepatan tinggi melaju kearahnya. tidak dapat di hindari lagi,"BRAAAAAAAAKKKKKK" kecelakaan hebat itupun terjadi, Ghea terpental beberapa meter sebelum terhempas keras di trotoar jalanan, darah segar mengalir dari kepala dan mulutnya, dengan masih menggenggam surat Tasya, Ghea sekilas tersenyum sebelum akhirnya pandangannya mulai mengabur dan tidak sadarkan diri.

***

"Ghe, kamu mau ikut aku pergi?" Tasya berdiri di samping Ghea dengan pakaian serba putih. "kemana".. "Kemana saja aku pergi setelah ini, tenang saja di kehidupan aku yang sekarang, tidak akan ada mimpi yang tidak bisa di wujudkan, kamu pasti akan menyukainya." Ghea tersenyum, "tentu saja, aku percaya kamu tidak akan meninggalkan aku sendiri di kehidupanku yang sekarang" Tasya mengulurkan tangannya yang kemudian di sambut oleh Ghea. kedua sahabat itupun berjalan bersama, mengejar mimpi lainnya yang belum sempat mereka wujudkan sebelumnya.


seorang anak lelaki meletakkan setangkai bunga lily yang sedang mekar di antara dua gundukan tanah merah, kuncup lily terkahir ternyata telah mekar, setangkai bunga yang indah, seindah persahabatan Ghea dan Tasya.