Pages

Rabu, 06 Juli 2011

All Roads Lead To Rome

5 kuntum bunga lily yang tak tau akan mekar ataukah layu sebelum kuncupnya mengembang, tapi saat ini bunga itu masih terlihat segar dan cantik.

Ghea menghirup nafas panjang lalu menghembuskannya dengan pelan, dia mengulanginya beberapa kali sampai akhirnya berhenti dan kemudian tersenyum. ia menatap air danau yang bening di depannya, menghabiskan pagi di tepian danau dan padang rumput yang luas, merupakan satu-satunya hal yang ia sukai semenjak pindah ke kota kecil yang jauh dari keramaian, dan hiruk pikuk metropolitan.
Ghea menatap kesekelilingnya, yang terlihat hanyalah padang rumput yang luas dan menghijau, udara yang segar dan embun sejuk yang masih menempel di rerumputan menimbulkan romansa tersendiri untuk Ghea. di sinilah dia bisa merasa dekat dengan orang yang teramat ia cintai, untuk orang yang sangat ia rindukan saat ini, dan seterusnya.
ketika ayahnya memutuskan untuk meninggalkan jakarta dan memulai hidup baru di kota kecil ini, Ghea benar-benar tidak yakin apakah dia bisa bertahan atau tidak dengan kehidupan baru yang tentu saja dari kehidupan sebelumnya. seprti yang dia tahu dan yakini bahwa istilah "pinang di belah dua" itu hanyalah sebuah ungkapan karena kenyataannya tidak ada dua hal dalam hidup ini yang benar-benar benar sama, seperti itu juga kehidupan. jika ada satu hal saja yang hilang maka semua akan berubah, tak pernah sama, dan Ghea harus kehilangan seseorang yang paling berharga dalam hidupnya, orang yang telah mempertaruhkan nafas untuk hidupnya. Ghea kehilangan mamanya, tepat di saat-saat ia sangat membutuhkan peran seorang ibu dalam hidupnya.
seperti perkiraan awalnya, dia sama sekali tidak bisa menyesuaikan diri dengan kehidupan baru yang sekarang dia miliki, karena bagaiman mungkin dia mampu bertahan kalau sebagian dari jiwanya menghilang, bagaimana mungkin dia bisa berdiri tegar sementara tempatnya bersandar, tongkatnya untuk bertopang telah di renggut dan tak akan pernah kembali datang.
semula, ayahnya merasa gagal bahkan putus asa, entah cara apalagi yang bisa ia tempuh untuk mengembalikan senyum dan keceriaan putri semata wayangnya. bagaimana mungkin Ghea bisa tersenyum dan tertawa ceria, jika temannya menghabiskan hari hanyalah kesendirian dan kesepian. hingga suatu hari, Ghea menemukan orang-orang yang kelak akan merubah hidupnya, selamanya. Ya, seprti yang semua orang tau selalu ada pelangi setelah badai tapi entahlah aku dan Ghea sama-sama kurang yakin dengan hal itu.

***

"Hey, kamu yang namanya Ghea? aku Tasya siswi baru di sini." GHea menoleh sebentar, tanpa mengacuhkan atau menyambut tangan Tasya, Ghea bangkit dari duduknya dengan sedikit mendengus pelan dia berjalan perlahan meninggalkan Tasya. Tasya hanya tersenyum kecil. " Hey, Ghea. ternyata mereka salah tentang rumor yang mengatakan kalau kamu itu punya dunia sendiri dan tidak seorang pun boleh memasukinya, yang benar adalah kamu sama sekali tidak punya dunia dan kamu takut orang lain tau itu."
"Ghea, menoleh perlahan kembali ke arah Tasya. hey, kamu benar aku Ghea, tapi kamu salah tentang ucapan-ucapanmu. dan tentu saja, mereka juga salah. tentu saja aku punya dunia dan hidupku sendiri dan aku bukannya tidak boleh ada yang memasukinya, hanya saja belum ada yang pantas untuk memasukiny, sekarang kamu mengerti apa yang aku maksud?"
"Ghea, aku tidak memahami apa yang baru saja kamu ucapkan, tapi aku percaya satu hal, bahwa itu tadi adalah kalimat terpanjang yang pernah kamu ucapkan semenjak dua tahun yang lalu, semenjak kamu menetap di kota kecil ini, dan satu lagi 'All roads lead to rome', jadi tunggu saja aku dan yang lainnya akan datang di dunia kecilmu itu.
"dengan senang hati, aku akan menunggu kedatangan kalian, dan sekali lagi kamu benar bahwa barusan memang kalimat terpanjangku tapi kali ini kamu membuat dua kesalahan. yang pertama duniaku tidak kecil dan yang kedua itu bukan kalimat terpanjangku semenjak dua tahun yang lalu, melainkan kalimat terpanjang semenjak aku berumur 5 tahun 11 bulan 20 hari."
kali ini Tasya membiarkan Ghea berlalu dan meninggalkannya. dia semakin penasaran terbuat dari apakah mata yang baru saja berlalu dari hadapannya, amta yang dingin, arogan namun menyimpan kesedian, kerinduan, dan harapan.
***
salah satu bunga jatuh ketanah, layu sebelum mekar. masih ada 4 kuntum yang masih bertahan dan menunggu waktunya untuk mekar ataukah jatuh berguguran.

Tasya, sorang gadis remaja yang pintar, cantik dan memiliki sejuta bakat dan talenta hanya saja terkadang gadis dengan segenap kemampuan seprtinya tidak memiliki keberuntungan dan juga kesempatan, karena keberuntungan dan kesempatan bukanlah milik orang yang mampu dan pantas melainkan milik mereka yang mampu mebayar untuk menutupi ketidakpantasan itu.
Tasya di keluarkan dari sekolahnya bukan karena dia bodoh, nakal, melakukan pelanggaran, tidak pantas mendapat beasiswa atau semacamnya, melainkan karena seorang anak kaya yang merasa bahwa Tasya merupakan ancaman baginya.
pada hari dia dikeluarkan, Tasya sama sekali tidak terlihat sedih ataupun menangisi keadaannya, sebaliknya dia hadapi langkahnya dengan senyum dan semangat baru yang lebih besar karena dia tau hidup yang akan dia lewati akan jauh lebih berat dari hari ke hari.
sebelum pergi dia menitipkan pesan untuk anak kaya yang telah merampas kesempatannya, begini pesannya :

aku tidak tau, sejak kapan aku mulai tidak mengenal kamu, sahabatku tapi masih pantasku aku menyebutmu sahabat setelah apa yang kau lakukan? kamu, orang yang membuatku merasa yakin bahwa mimpiku ini bukan sekedar khayal, melainkan sebuah kenyataan yang harus segera aku wujudkan. Tapi, ironis bukan? di saat aku akan mendapatkan satu hal yang sangat ku inginkan, aku justru kehilangan semuanya, sekolah ini, kebersamaan ini, kesempatan, dan terutama kamu, aku kehilangan seorang sahabat yang dengan teganya menikamku bahkan tanpa aku tau, sejak kapan dia menyimpan pisau kebencian itu. tapi bukankah kita tau ? "all roads lead to rome" suatu saat ketika kita bertemu lagi, pada saat itu aku janji bahwa aku telah mewujudkan mimpiku dan kamu tidak, karena kamu belum memulai apapun selama ini.

dan sekarang disinilah Tasya berada, di sebuah kota kecil yang sangat jauh berbeda dari tempat asalnya, sekolah dengan fasilitas seadanya, dan tentu saja hidup yang jauh lebih sederahan, tapi Tasya tidak pernah memamdang hidup dari sebagai satu titik diatas kertas putih melainkan seperti samudra yang luas tanpa batas, dalam hidup ini tidak hanya ada satu jalan untuk sebuah mimpi dan kesuksesan.
dan disinilah dia menemukan apa yang tidak pernah ia dapatkan sebelumnya, seorang sahabat yang tidak menerimanya dengan setengah tapi seutuhnya.

***
Ghea tersentak ketika sehelai daun kering jatuh di pangkuannya, lamunan panjangnya di buyarkan oleh sehelai daun kekuningan yang sekarang ada di tangannya. Dia menghela nafas panjang sebelum kemudian bangkit dari duduknya. Ghea,masih belum bisa memutuskan pilihan yang diberikan oleh papanya semalam. dimana dia harus memilih antara dua pilihan yang teramat sulit, ikut papanya kembali ke jakarta atau tetap disini dengan suasana yang mulai membuatnya meraa nyaman. kalau dia memilih ikut papanya, maka dia harus memulai kembali merajut kisah hidupnya yang baru sedangkan kalau dia memilih untuk tinggal di kota kecil ini bersama rajutan kisah yang sudah mulai terlihat hasilnya yang indah maka dia harus rela kehilangan papanya. Dua hal yang sama sekali tidak bisa ia pilih. bahkan papanya sama sekali belum mengatakan apa alasannya kembali ke jakarta. sampai suatu hari Ghea mengerti apa yang membuat papanya harus kembali. perusahaan tempat papanya bekerja mempromosikan papanya untuk pindah ke kantor pusat di Jakarta.
kalau saja, hingga hari ini Ghea masih sibuk dengan kesendiriannya mungkin semua akan lebih baik baginya, akan lebih mudah baginya untuk memutuskan. tapi semuanya menjadi berbeda semenjak kedatangan Tasya. dia benar-benar menjadi seorang pendengar yang baik di saat Ghea butuh teman untuk bercerita, dan dia juga seorang pencerita yang baik di saat Ghea merasa jenuh. Tasya bagi Ghea bukan hanya sekedar sahabat yang baik, melainkan juga kakak, adik, saudara. semua itu hanya menjadikan posisi Ghea semakin sulit. Ghea meninggalkan danau kecil tempatnya menghabiskan sore bersama Tasya, tapi entah kenapa tidak seperti biasanya, sore ini Tasya tidak datang bermain ke danau.

setangkai lagi, kuncup lily berguguran, layu tanpa sempat mekar.
***

Tasya kembali memandangi hasil pemeriksaan laboratorium miliknya, ia masih belum sepenuhnya sadar dari keterkejutannya. Tasya menatap dokter separoh baya yang menatapnya dengan penuh rasa iba dan kasihan, tatapan yang Tasya tau juga mencerminkan keputusasaan, persis yang selama ini ia dapati dari tatapan mata ibunya. Hanya saja, Tasya masih belum bisa mempercayai betapa selama ini ia telah di bohongi oleh ibunya, ia telah di bohongi oleh semua orang. Tasya mendesah pelan, sebelum kemudian ia tersenyum dan menatap dokter yang duduk di hadapannya.
"Tidak apa-apa om dokter, umur bukan masalah utama dalam hidup ini, semua orang pasti akan mati. hanya kapan dan bagaimana caranya saja yang berbeda. mungkin inilah rencana terbaik yang sudah disiapkan tuhan untuk Tasya. dan ini tandanya ALLAH juga rindu sama Tasya."
"Tasya, om tau kamu anak yang tegar. vonis ini bukan vonis akhir, semuanya bisa terjadi. keputusan ada di tangan sang maha kuasa."
"Ia om, sekalipun vonis ini benar, Tasya nggak akan di kalahkan oleh penyakit ini. Mimpi Tasya terlalu hebat untuk dikalahkan oleh sebuah penyakit"
Tasya meninggalkan ruangan dokter Pram dengan langkah ringan, meskipun beban di pundaknya sekarang semakin bertambah berat, Tasya tidak mau putus asa, dikalahkan oleh penyakit yang sekarang menggerogotinya dan kemudian pada akhirnya akan mati sia-sia. Ia mengayunkan langkahnya, pulang kerumah mungkin akan sedikit membantunya untuk memikirkan langkah-langkah awal yang akan ia tempuh pada hari berikutnya.
setengah jalan, Tasya berhenti ia menatap jalanan lengang di sekitarnya, kemudian membalikkan badannya dan mengayunkan langkah yang lebih cepat. Tasya berjalan sepanjang danau mencari seseorang, Ghea, sahabatnya. Karena ia tahu Ghea pasti bisa membantunya menentukan rencana rencana awal yang bisa ia lakukan selagi ia masih bisa menghirup udara segar tanpa bantuan alat rumah sakit. Tasya terduduk di rerumputan tepi danau, melepas penat sejenak, setelah beberapa saat menelusuri danau dia tidak menemukan orang yang dia cari, sore itu tidak ada Ghea. entah kenapa Tasya merasa, mungkin sudah saatnya ia untuk menjauh dari Ghea, agar nantinya setelah dia tiada, Ghea tidak akan merasa terpukul dan bersusah payah melupakannya.
Tasya menghempaskan badannya di rerumputan yang mulai basah karena matahari semakin tenggelam di ufuk, dan malam mulai tiba. sejenak ia memejamkan matanya sambil memikirkan, enatah apa yang akan terjadi esok, akankah ia masih bisa bernafas menghirup udara segar, akankah ia masih bisa melangkah bebas menelusuri kota kecilnya ataukah mungkin ia hanya bisa terbaring lemah di ruangan serba putih yang ia tau selalu tidak menyenangkan.

kuncup Lily yang ketigapun jatuh,kelopak putihnya bertebaran di tiup angin senja

***

dua minggu sudah berlalu, semenjak Ghea memutuskan untuk ikut papanya kembali ke jakarta. Dua minggu yang ia lalui dengan kehilangan dan mencari, dia tidak bisa menemukan Tasya, tidak di sekolah tidak juga di rumahnya bahkan para guru juga tidak tahu kemana Tasya menghilang. berulangkali Ghea menanyakan keberadaan Tasya pada orang-orang yang mungkin untuk di tanyai. tapi hasilnya sama saja, tidak seorangpun tahu dimana Tasya. mungkinkah Tasya tau bahwa Ghea akan kembali ke jakarta dan meninggalkannya, maka sebab itu ia marah dan tidak mau menemuinya. Tapi tidak mungkin, Tasya bukan orang seperti itu.
dua hari lagi ia akan meninggalkan kota kecil ini mungkin untuk selamanya, karena papanya sama sekali tidak pernah bercerita tentang rencana untuk kembali. haruskah ia pergi meninggalkan kota ini tampa mengucapkan kata perpisahan dengan sahabat terbaiknya? bagaimana bisa mereka hilang komunikasi di saat-saat terakhir mereka yang justru seharusnya di isi dengan banyak cerita, banyak kisah, banyak kenangan.
Tasya yang datang dengan tiba-tiba dan penuh tanda tanya, namun haruskah pada akhirnya dia menghilang dan pergi dengan tiba-tiba dan penuh tanda tanya juga?

***
Tasya terbaring lemah di sebuah ruangan putih dengan bau yang sedikit menyengat dan tidak nyaman. Ia hanya bisa memandangi taman kecil di luar jendelanya, ada bebera jenis bunga yang mulai mekar walaupun masih banyak yang kuncup dan ada juga yang sudah mulai layu, Tasya mendesah perlahan, akankah kehidupannya seperti bunga-bunga itu yang kuncup kemudian bermekaran? ataukah akan seperti bunga lainnya yang kuncup lalu jatuh berguguran tanpa sempat mekar terlebih dahulu.
"Tasya, sudah bangun ya? om dokter periksa dulu ya?"
"iya om, Tasya baru bangun kok."
"oh ya? gimana tidurnya semalam? nyenyak?"
"Hump, nggak akan pernah senyenyak dulu om, Tasya takut jika tasya mulai memejamkan mata dan kemudian tertidur, lalu keesokan harinya tasya tidak bisa terbangun lagi, tasya tidak bisa membuka mata lagi. Tasya belum siap om, masih banyak mimpi Tasya yang belum bisa Tasya wujudkan,untuk mama, untuk papa, untuk Ghea sahabat Tasya."
"Tasya, khan tasya yang selalu bilang "ALL ROADS LEAD TO ROME", jadi Tasya harus percaya, rencana ALLAH itu adalah yang terbaik untuk hambanya. Mimpi Tasya tetap bisa wujudkan kok, asalkan Tasya selalu percaya dengan keyakinan Tasya untuk mewujudkannya."
"iya, terimakasih om. Om dokter udah mau ngederin cerita dan keluhan Tasya, yang biasanya Tasya ceritain sama Ghea."
Ghea, sudah dua minggu Tasya tidak berbicara atau sekedar bertatap muka dengan sahabatnya itu. Tasya hanya ingin menghilang perlahan dari kehidupan Ghea, agar suatu hari nanti ketika saatnya tiba Tasya bisa meninggalkan Ghea dengan tenang dan tanpa beban kenangan. apakah sekarang Ghea mencarinya? apakah sekarang Ghea mulai merasa kehilangan dirinya? Tasya selalu tenggelam dalam sesal dan kesedihan setiap memikirkan hal tersebut.
biarlah persahabannya dengan Ghea ia simpan dan kelak di bawa ke surga. biarlah mimpinya untuk lebih lama menemani sahabatnya ia kubur bersama dirinya kelak, suatu hari nanti yang ia tau sudah tak lama lagi.

***
kali ini, kuncup lily yang hampir saja mekar, tiba-tiba layu dan jatuh bertebaran seperti kuncup kuncup lainnya

satu persatu orang meninggalkan Ghea yang terduduk dan tenggelam dalam tangisan panjang, tangannya menelusuru tiap lekukan nisan bertuliskan nama seseorang yang selama ini selalu menyediakan pundaknya saat dia menangis, seseorang yang selalu bersedia menyeka airmatanya ketika ia mulai tak sanggup melakukan apa-apa selain menangis. hari ini orang itu pergi meninggalkannya untuk selamanya, sahabat terbaik yang pernah ia miliki, seorang sahabat terbaik yang membuatnya paham apa arti dari sebuah mimpi dan cara mewujudkannya, seseorang yang teramat berarti untuknya, Tasya.
Hari ini ia pergi untuk selamanya, setelah sekian lama menderita kanker hati. Tasya menolak saran dokter untuk transplantasi hati, meskipun cara ini masih memungkinnya untuk bertahan hidup lebih lama atau bahkan sembuh total. alasannya hanya satu, ia tidak ingin orang lain merasakan apa yang ia rasakan, hidup dengan hati yang tidak utuh, sama sekali tidak berarti hidup, baginya lebih baik pergi, karena dengan begitu hidupnya tidak akan menjadi sebagian dengan hidup orang lain, melainkan seutuhnya hidupnya.

Ghea menggenggam erat surat Tasya yang ia titipkan lewat dokter Pram.

untuk sahabat terbaikku, Ghea.

aku tidak begitu yakin dengan apa yang akan aku tuliskan dalam suratku ini, yang mungkin saja adalah surat terakhir dariku.
dalam surat ini, aku hanya ingin mengucapkan terimakasih dan maaf.

terimakasih atas kesempatan yang telah kamu berikan untuk mengenalmu selama ini, sahabat terbaik yang pernah dan selamanya ku miliki.
terimakasih untuk setiap kenangan yang telah kamu berikan meskipun hanya sekejap semuanya berlalu.
terimakasih kamu telah menguatkan di saat lemahku, terimakasih kamu telah membuatku merasa di butuhkan sebagai seorang sahabat.
terimakasih karena kamu telah membuat semuanya menjadi lebih berarti.
mimpiku....

maaf aku tak bisa menepati janjiku untuk selalu menemanimu, tapi aku selalu berusaha untuk selalu dan selamanya menjadi temanmu.
maaf aku tidak bisa lagi bercerita padamu, tapi aku ingin kamu tau kalau aku akan selalu mendengarkan setiap cerita-ceritamu meskipun saat itu mungkin kamu tidak tau kalau aku sedang mendengarkanmu.
maaf, selama ini aku selalu menuntutmu terlalu banyak hal, sedangkan aku tidak pernah bisa memberi apa-apa.
maaf selama ini aku sering membuatmu marah, kesal, bosan bahkan mungkin benci, tapi aku cuma ingin kamu tau, sebagai sahabat aku selalu ingin sahabatku mendapatkan yang terbaik untuknya.
maaf, aku belum bisa menepati janjiku untuk menemanimu mengunjungi makam ibumu, tapi aku janji kalau nanti aku bertemu dengannya di surga, aku akan menceritakan betapa kamu merindukan dan selalu mencintainya dengan segenap jiwa.
maaf hanya surat ini yang bisa aku berikan sebagai salam perpisahanku...
Ghea, sahabatku percayalah ALL ROADS LEAD TO ROME. ini bukanlah akhir yang menyedihkan bagi kisah persahabatn kita, karena bagiku sempat mengenal sahabat sebaik kamu adalah suatu kebahagiaan yang tidak akan pernah berakhir.
sahabatku, berjanjilah untuk tidak menangis lagi, karena aku sudah tidak bisa lagi menyodorkan saputangan biru muda milikmu. berjanjilah untuk tidak menyendiri lagi, karena aku sudah tidak bisa lagi bersandar dan menemanimu sepanjang petang. berjanjilah, bahwa kepergianku tidak akan menjadi keterpurukan bagi hidupmu, karena sahabatku, setidaknya senyummu akan sangat menguatkan langkahku di kehidupan yang baru.


***

Ghea meninggalkan tempat peristirahatan terakhir Tasya dengan langkah berat, ia terus menggenggam erat surat Tasya di tangannya, kemudian berlari, terus berlari sejauh yang ia bisa hingga ia menemukan kemungkinan bahwa ia telah jauh meninggalkan kenyataan yang begitu pahit untuk di hadapi. Ghea terus berlari hingga tidak menyadari sebuah sedan hitam dengan kecepatan tinggi melaju kearahnya. tidak dapat di hindari lagi,"BRAAAAAAAAKKKKKK" kecelakaan hebat itupun terjadi, Ghea terpental beberapa meter sebelum terhempas keras di trotoar jalanan, darah segar mengalir dari kepala dan mulutnya, dengan masih menggenggam surat Tasya, Ghea sekilas tersenyum sebelum akhirnya pandangannya mulai mengabur dan tidak sadarkan diri.

***

"Ghe, kamu mau ikut aku pergi?" Tasya berdiri di samping Ghea dengan pakaian serba putih. "kemana".. "Kemana saja aku pergi setelah ini, tenang saja di kehidupan aku yang sekarang, tidak akan ada mimpi yang tidak bisa di wujudkan, kamu pasti akan menyukainya." Ghea tersenyum, "tentu saja, aku percaya kamu tidak akan meninggalkan aku sendiri di kehidupanku yang sekarang" Tasya mengulurkan tangannya yang kemudian di sambut oleh Ghea. kedua sahabat itupun berjalan bersama, mengejar mimpi lainnya yang belum sempat mereka wujudkan sebelumnya.


seorang anak lelaki meletakkan setangkai bunga lily yang sedang mekar di antara dua gundukan tanah merah, kuncup lily terkahir ternyata telah mekar, setangkai bunga yang indah, seindah persahabatan Ghea dan Tasya.

Jumat, 11 Februari 2011

Autumn after the rain

Central Park.
Menjelang sore.
Lizzy tersentak dari lamunan ketika sehelai daun maple berwarna kemerahan jatuh menimpa keningnya. Musim gugur tahun ini seolah datang terlalu cepat. Langit di atasnya masih membiru cerah dan bernoda kilau matahari. Tak jauh dari tempatnya duduk, seorang gadis kecil menggesek biolanya memainkan Ode to Joy Beethoven di hadapan seorang lelaki tua berambut perak. Lizzy sudah sering melihat mereka namun selalu iri melihat kehangatan yang terpancar di mata kakek dan cucu itu. Mereka sama sekali tak terusik oleh musim gugur yang menyelinap diam-diam di balik dedaunan mapel.
Sejenak Lizzy tertegun, pandangan matanya tertumbuk pada pasangan kekasih yang berdiri di bawah pohon maple tak jauh dari tempat Lizzy duduk, seharusnya pemandangan seperti itu bukan lagi sesuatu yang aneh bagi orang yang berlalu lalang di taman tersebut. Namun, kali ini ada yang menarik hatinya sehingga Lizzy tidak mengalihkan perhatiannya dari dua sosok tersebut, Lizzy tercekat ketika dia melihat perempuan berambut keemasan tersebut memukul pria bertubuh atletis di hadapannya. Pria tersebut hanya tertegun tanpa melakukan pembalasan, mungkin dia sudah terlalu letih menenangkan perempuan cantik di hadapannya yang akhirnya pergi meninggalkannya. Lizzy masih saja memperhatikan pria tersebut sampai kedua mata mereka bertemu pandang. Lizzy tercekat, dia terdiam seolah bisa merasakan mata itu berbicara padanya tentang rasa lelah yang teramat dalam. Lizzy seakan bisa melihat putus asa yang terpancar jelas dari balik bola mata hijau bening milik pria tersebut. Lizzy menundukkan kepalanya tidak berani menatap mata itu lebih dalam, karena dia takut, takut luka itu terkuak dan menjadi lebih perih lagi karena mata itu mata yang sangat mirip, dengan mata seseorang yang selalu mengisi benaknya setahun yang lalu. Pria masa lalu yang membuatnya takut dan tidak memiliki keberanian lagi untuk merajut kisah cinta yang baru dalam hidupnya. Lizzy terpaku seolah kembali melihat masa lalunya.
***
Sore itu, ketika Lizzy tengah menghabiskan liburan musim seminya dengan berlibur di Kota Seoul, Korea Selatan bersama seseorang yang sudah sangat dikenalnya selama 2 tahun terakhir Diaz, pria bermata hijau bening dan berambut pirang emas yang sudah menjadi penghuni hatinya semenjak 3 tahun yang lalu tepatnya 2 tahun 364 hari . Diaz yang selalu membuatnya merasa sangat beruntung menjadi seorang perempuan yang dicintai oleh pria sepertinya, yang selalu bisa membuatnya sulit untuk memejamkan mata pada malam hari dan membuatnya merasa lebih baik waktu berputar perlahan agar dia bisa sedikit lebih lama menikmati setiap detik yang berputar bersama dengan orang yang sangat dicintainya.
Pagi itu tidak seperti biasanya Lizzy bangun lebih pagi, karena hari ini adalah hari yang sangat istimewa, hari ini Diaz berulang tahun yang ke-23 Lizzy ingin memberikan sedikit kejutan karena hari ini juga merupakan hari jadi mereka yang ke 3 tahun. Dengan senyum yang tersungging di sudut bibirnya Lizzy menggeser pintu kamarnya dan berjalan ke kamar mandi namun, dia mengurungkan niatnya dan beranjak ke arah taman belakang karena dia seperti mendengar suara Diaz yang sedang berbicara dengan seseorang. Belum sempat Lizzy memastikan dengan siapa Diaz berbicara, langkahnya terpaksa berhenti setelah mendengarkan kata-kata Diaz.
“Grace, harus sampai kapan aku terus berpura-pura membohongi perasaanku dan menipu semuanya. Aku juga punya hati, hati yang nggak bakal pernah bisa dibohongi, aku nggak bisa terus maksain diri untuk berpura-pura menyayangi Lizzy sebagai pacar, aku menyayangi dia seperti aku menyayangi Evan, adikku. Grace, please I just wanna you understand, your eyes tell me what you feel inside and you can’t lie.”
“Ro, kenapa kamu masih aja meminta aku ngelakuin sesuatu yang nggak akan pernah sanggup untuk aku lakuin, aku nggak bakal sanggup ngejalanin semua itu Ro. Hari ini, tepat anniversary kalian yang ketiga. Kamu sudah menjalaninya selama 3 tahun, dan aku yakin perasaan kamu ke Lizzy sudah lebih dari sekedar perasaan sayang kakak ke adiknya. Aku mohon Ro, Lizzy mencintai kamu lebih dari apapun, aku tidak sanggup mengorbankan perasaan dia demi cinta aku, dan bagiku cintaku ke kamu itu cuma kenangan yang harus dikubur dalam-dalam.” Bukan hanya Diaz yang terluka, tapi ada seseorang yang lebih perih dan terluka mendengar semua itu, Lizzy.
“Ro. Kamu masih memanggil aku dengan nama itu Grace, itu saja sudah cukup untuk membuktikan dan meyakinkan aku kalau hingga detik ini kamu masih memiliki perasaan yang sama denganku. Grace, kamu begitu peduli pada perasaan Lizzy,adikmu. Tapi apa kamu tidak memikirkan perasaanku, perasaan kita.” Grace semakin terisak mendengarkan ucapan yang keluar dari pria di hadapannya, pria yang sangat ia cintai. Grace benar-benar tidak tahu, apa yang harus dia lakukan, dia masih merasa sangat bersalah karena dia dan Diaz yang telah merebut kebahagiaan Lizzy dan Evan yang meninggal karena kecelakaan 2 tahun yang lalu. Semenjak itu, Lizzy hanya bisa tersenyum dengan keberadaan Diaz di sampingnya. Grace mulai menyadari apa yang terjadi antara Lizzy dan Diaz, dan dia harus rela menghadapi kenyataan bahwa Lizzy mencintai pria yang sama dengannya. Grace memutuskan untuk mengalah dan memohon agar Diaz bersedia melupakan dirinya dan memulai kisah baru bersama Lizzy,demi dia. Tapi hari ini, Diaz mengungkit semua luka yang berusaha untuk dipendamnya, Diaz ingin mengakhiri semua sandiwara ini dan Grace sadar itu bukan salahnya karena Diaz tidak mungkin terus menerus berpura-pura mencintai orang yang tidak pernah ia cintai.
Grace masih saja menangis dalam pelukan Diaz, sementara itu Lizzy hanya terdiam karena semua air mata yang tadi ia tumpahkan telah mengering dan menyisakan luka yang teramat perih. Lizzy bangkit dari duduknya, kemudian berjalan dengan langkah lemah dan sedikit terhuyung ke kamarnya. Dengan wajah yang pucat Lizzy memasukkan pakaiannya secara acak ke dalam kopernya.
Lizzy meninggalkan kota seoul dengan senyum pahit. Seandainya saja saat itu bukan musim semi melainkan masih musim dingin maka akan lebih baik baginya. Karena dingin yang menusuk mungkin akan sedikit membantu, agar hatinya yang perih bisa menjadi beku. Lizzy tidak perlu mengajak Diaz berjalan sepanjang doldam street untuk menguji keabadian cinta mereka. Karena hari ini semua itu telah berakhir. Diaz orang yang sangat dia cintai, dan Grace, kakak perempuannya yang sangat dia sayangi ternyata mereka berdua tega membohongi perasaannya. Lizzy seoalah tidak lagi mengenal dua orang yang selama ini menjadi penghuni hatinya. Lizzy meninggalkan musim semi di kota seoul dengan luka dan perasaan yang tercabik.
***
Lizzy kembali tersentak dari lamunan panjangnya oleh daun maple yang jatuh di keningnya. Ketika Lizzy mendongakkan kepalanya, pria tersebut ternyata sudah pergi meninggalkan pohon maple tempatnya tadi berdiri. Entah kenapa terselip sedikit rasa kecewa dalam benak Lizzy. Setelah menghela napas yang panjang, Lizzy kembali memperhatikan pasangan kakek dan cucu yang sedari tadi duduk tak jauh darinya. Lizzy tersenyum, senyum yang kaku. Seandainya saja kisah cintanya bisa selembut kasih sayang antara si kakek dan cucunya tersebut mungkin saat ini dia tidak akan duduk sendiri di bawah pohon maple sambil menghabiskan sore di musim gugur.
Lizzy bangkit dari duduknya dan membalikkan badan, namun dia terperanjat karena pria yang sedari tadi dia perhatikan, berdiri tepat dihadapannya dengan jarak hanya beberapa sentimeter bahkan dia bisa mencium aroma bunga matahari dari tubuh pria tersebut Lizzy juga bisa melihat luka kecil di pelipis pria itu karena pria tersebut menunduk dan menatap tajam ke matanya. Sejenak lizzy terdiam sebelum akhirnya sadar dan melangkah mundur.
“Hey, young lady, don’t be afraid I just wanna know, why I can see my self in your eyes, clearly?” Lizzy tercekat, dia mengerti maksud pria di depannya. Pria itu secara tidak langsung menyindirnya dan mengatakan kenapa-dari-tadi-anda-diam-diam- memperhatikan-saya?
“Never mind, I do not wanna make you scared. My name’s Dylan, Dylan Feedrich. And may I know who you are, young lady?” Young lady? Panggilan yang sangat aneh menurut Lizzy, tapi pria ini memberikan kesan yang sopan dari nada bicaranya, sama sekali tidak menunjukkan bahwa dia baru saja ditinggalkan oleh kekasihnya, itupun kalau tebakan Lizzy benar bahwa perempuan tadi adalah kekasih pria tampan yang kini berdiri dihadapannya.
“Oh, hy aku Lizzy, Lizzy Derracloud.”
“Lizzy? Nama yang sangat serasi dengan pemiliknya, hanya saja sayangnya tidak serasi dengan sifatnya yang buruk. Bad girl !” Lizzy merasakan seolah di hujat oleh seribu anak panah, dia benar-benar tidak menyangka bahwa pria yang sama sekali tidak dikenalnya dalam waktu singkat mengecamnya sebagai seorang gadis yang mempunyai sifat buruk.
“Mungkin sekarang kamu mulai berpikir, kenapa aku, seorang pria yang baru saja kamu kenal bisa mengecam kamu sebagai seorang yang mempunyai sifat buruk? Sebelum kamu semakin bingung baiklah akan aku jelaskan. Kamu seharusnya ngerti, nggak semua orang mau orang lain melihat dan memperhatikan apa yang terjadi antara dia dan kekasihnya. Sekarang kamu mengerti bukan maksudku, young lady?”
Lizzy sama sekali tidak menanggapi setiap perkataan Dylan yang menusuknya dengan berbagai cercaan dan juga nada yang dingin. Lizzy sama sekali tidak merasa sedih atau sakit hati, karena dia tahu percuma baginya menanggapi kata-kata Dylan yang tidak penting untuk menjadi fokusnya saat ini. Lizzy membalikkan badan dan melangkah meninggalkan Dylan dengan tatapan mata yang lebih menusuk dan memancarkan kesinisan, tatapan yang begitu dingin. Dylan terpaku, karena dia sama sekali tidak menyangka bahwa Lizzy akan pergi dan berlalu begitu saja tanpa membalas cercaan yang dia keluarkan. Dylan sama sekali tidak menyangka bahwa gadis yang baru saja dikenalnya tersebut bisa membuatnya merasa teramat penasaran. Karena sebelumnya tidak pernah ada seorangpun gadis yang dikenalnya memiliki sikap yang begitu dingin seperti Lizzy. Biasanya gadis yang selama ini dikenalnya apabila dicerca oleh seorang pria apalagi oleh pria yang baru saja dikenalnya maka akan membalas dengan kata-kata yang jauh lebih menusuk atau sebaliknya akan menangis. Namun Lizzy, dia hanya meninggalkan Dylan dengan langkah diam dan tatapan mata yang dingin seolah mengatakan aku-tidak-mengerti-apa-maksudmu.
Sepeninggal Lizzy, Dylan terduduk di bawah pohon maple tempat tadi Lizzy duduk dan diam-diam memperhatikannya. Dylan masih tidak mengerti kenapa begitu banyak hal terjadi pada dirinya dalam waktu yang singkat. Mungkin ini akan menjadi awal musim gugur terburuk baginya. Pertama kekasihnya, Brenda meninggalkannya karena selama ini dia tidak pernah benar-benar mencintai Dylan. Sekarang dia terduduk di bawah pohon maple setelah ditinggalkan oleh seorang gadis yang baru saja dikenalnya sore itu. Tiba-tiba lamunan Dylan dibuyarkan oleh panggilan seorang gadis dari belakangnya.
“Lizzy, you?”
“Ini, kamu mau ice cream vanilla campur melon? Hey Dylan, sekarang khan bukan musim dingin, jadi nggak ada salahnya kalau kamu menghabiskan sore ini dengan mencicipi ice cream.” Dylan hanya terdiam dan mengambil ice cream yang disodorkan oleh Lizzy.
“Dylan, aku hanya tidak ingin mengawali musim gugur ini dengan sesuatu yang buruk. Aku minta maaf kalau ternyata kehadiran aku di taman ini menjadi masalah bagimu. Tapi, jujur saja aku tidak setuju dengan caramu berpikir. Kalau kamu tidak ingin orang lain memperhatikan apa yang tengah terjadi di antara kamu dan pacarmu, seharusnya kalian tidak memilih tempat umum untuk berpacaran.” Dylan hampir saja tersedak mendengar ucapan yang dilontarkan oleh Lizzy. Untung saja dia dengan cepat bisa menguasai diri sehingga Lizzy tidak sempat melihat perubahan air muka Dylan yang sama sekali tidak menyangka bahwa Lizzy akan mengatakan hal seperti itu.
“Oh,umph sorry. Aku..” Lizzy tertawa kecil melihat tingkah Dylan yang tiba-tiba saja terlihat menggelikan. Dylan berusaha menjelaskan dengan ucapan yang terbata-bata. Membuatnya terlihat salah tingkah. Tapi akhirnya Dylan ikut tertawa bersama Lizzy.
“Oke, kalau gitu, bisa kita mulai semua dari awal? Namaku Dylan, Dylan Feedrich.” Dylan mengulurkan tangannya dengan senyum tipis. Lizzy menyambut tangan itu dengan senyuman yang mengembang di sudut bibirnya.
“Aku Lizzy, Lizzy Derracloud.” Deg. Entah kenapa Dylan merasa jantungnya sempat berdetak tidak teratur ketika melihat senyuman dan tatapan mata Lizzy yang hangat, tapi entahlah mungkin itu hanya perasaan saja yang hanyut dalam suasana sore di musim gugur yang begitu romantis.
“Mm…Lizzy, nice to meet girl like you.” Lizzy tertawa mendengarkan ucapan Dylan.
“Dylan, kamu terlalu cepat mengucapkan itu. Mungkin sebentar lagi kamu akan mengatakn, Lizzy will you be mine? Nggak lama setelah itu kamu bakal ngelamar dan bilang Lizzy will you marry me? Sini aku lihat dulu, di dalam bola matamu yang hijau itu apakah terdapat tanda-tanda bahwa kamu adalah titisan William Shakespear yang mewariskan kata-kata dan sifat yang romantis padamu.” Lizzy menatap mata Dylan dalam-dalam, tentu saja hal tersebut membuat Dylan tercekat. Namun, tiba-tiba lizzy menundukkan wajahnya.
“Humph,,sudahlah. Kamu tidak mungkin dia. Lebih baik sekarang kamu menemani aku keliling ketempat-tempat yang jauh lebih menarik dari taman ini. Anggap saja kamu hutang ice cream sama aku.” Dylan semakin bingung dengan tingkah Lizzy yang bisa berubah dalam waktu yang sangat singkat. Terkadang Dylan merasa bahwa Lizzy bukan lagi orang asing yang baru saja dikenalnya namun kadang di saat yang sama Dylan merasa Lizzy begitu asing dan tidak dikenalnya. Namun, sudahlah baginya begini lebih baik. Setidaknya Lizzy bukan pilihan yang buruk untuk membantu Dylan melupakan Brenda.
“Ok,Lizzy aku nggak mau punya hutang sama kamu. Karena aku takut kalau ternyata hutangnya itu bisa berlipat ganda. So, let’s move on from here and let I show to you how beautiful autumn in New York is.”
***
Hari ini hari terakhir Lizzy di New York, setelah beberapa hari berlibur disini dengan ditemani Dylan, ternyata bisa membuat suasana hatinya membaik. Setidaknya memang itu yang menjadi tujuan utamanya yaitu berlibur dan melupakan masa lalunya. Namun, sekarang masalah baru muncul dihadapan Lizzy, Dylan. Lizzy tidak tahu bagaimana cara menjelaskan semuanya kepada Dylan, seseorang yang telah menemani Lizzy melewati masa-masa sulitnya belakangan ini. Dylan, yang tanpa dia sadari ternyata telah mengisi relung hatinya. Tanpa Lizzy sadari entah sejak kapan perasaannya pada Dylan berubah bukan lagi sekedar teman. Lizzy jatuh cinta pada pria yang selalu bisa memahaminya tersebut.
Lizzy memantapkan langkahnya, hari ini dia akan menemui Dylan untuk mengungkapkan apa yang selama ini dia rasakan. Karena besok Lizzy akan pergi meninggalkan New York dan semua kenangan manisnya bersama Dylan. Lizzy tidak ingin menyesal suatu saat nanti dengan memendam semua perasaan yang dimilikinya saat ini. Meskipun Lizzy tidak yakin apakah Dylan mempunyai perasaan yang sama dengannya, tapi Lizzy sudah siap untuk menerima apapun tanggapan Dylan nantinya.
Langkah Lizzy terhenti, tepat ketika dia melihat seseorang yang sangat dikenalnya berdiri dalam dekapan seorang gadis, gadis itu adalah Brenda. Lizzy merasakan dadanya sesak menahan air mata yang entah kenapa tak bisa dibendungnya. Lizzy menyeka air mata yang mulai membasahi pipi dan make up tipisnya. Seandainya saja hal seperti ini terjadi pada orang lain, maka orang tersebut akan merasakan dunianya telah hancur, namun bagi Lizzy tak ada lagi perasaan semacam itu, karena dunia miliknya telah lama hancur, kepahitan yang baru saja terjadi didepannya tersebut hanyalah flashback masa lalu yang semakin membuatnya merasa tegar meskipun jauh di lubuk hatinya dia hanyalah seorang gadis yang rapuh.
Tanpa sengaja Dylan menoleh kearah Lizzy yang tersenyum pahit menatap Dylan. Senyuman yang dihiasi dengan luka. Dylan tercekat dia tidak menyadari kehadiran Lizzy, entah sejak kapan Lizzy berdiri disana. Dylan menyentakkan pelukkan Brenda yang terlihat bingung. Jika dulu Lizzy berlari dari lukanya ketika melihat Diaz dan Grace, kali ini dia tidak ingin berlari lagi. Lizzy membiarkan Dylan berlari menghampirinya.
“Lizzy, aku nggak tahu sejak kapan kamu berdiri disini dan melihat aku bersama Brenda. Tapi sungguh aku bisa menjelaskan semuanya, aku nggak ingin kamu salah paham.” Lizzy hanya tersenyum membisu mendengarkan setiap ucapan yang keluar dari mulut pria yang sangat dicintainya ini. Lizzy mencoba menyelami mata hijau bening milik Dylan dan entah kenapa di dalam mata itu Lizzy seolah bisa menemukan rasa penyesalan yang teramat dalam. Lizzy menghela nafas panjang sebelum akhirnya dia berbicara pada Dylan.
“Dylan, kamu nggak perlu ngejelasin apa-apa padaku. Aku ngerti kok kalau semua ini memang sudah seharusnya terjadi, hanya aku saja yang terlalu berharap lebih. Aku ……” Lizzy tidak sempat menyelesaikan kata-katany karena tiba-tiba saja Dylan menempelkan telunjuknya di bibir Lizzy, kemudian mengelap bekas air mata yang telah mengering di pipi Lizzy. Kemudian Dylan mendekap Lizzy dengan erat.
“Lizzy, aku tidak mau mendengarkan apa-apa lagi. Biarkan hati kita saja yang berbicara. Karena aku yakin, hati akan lebih memahami perasaan kita. Karena aku nggak tau, entah sejak kapan aku mulai ketakutan kalau kamu jauh dari aku. Yang aku tau hanyalah aku nggak ingin kehilangan kamu, karena kamu adalah angin musim gugur yang berhembus sejuk dihatiku. Hanya itu.” Tepat ketika Dylan berhenti berbicara, tiba-tiba ada benda putih yang jatuh diatas hidung Dylan, tak lama, benda putih itu tiba-tiba mencair. Lizzy dan Dylan terdiam, saling berpandangan, tidak mungkin. Benda itu adalah salju, tapi sekarang masih musim gugur. Mungkinkah itu salju pertama di musim dingin? Lizzy dan Dylan tersenyum bersamaan, jauh di dalam hati, keduanya berharap semoga salju itu adalah pertanda bahwa cinta mereka akan abadi selamanya.
***
Lizzy melangkah bersama Dylan, meninggalkan taman tempat mereka pertama kalinya bertemu. Tempat Lizzy akhirnya menemukan cinta sejati yang selama ini belum dia miliki. Ternyata salju yang jatuh tadi memang salju pertama di musim dingin, karena setelah itu salju terus berjatuhan. Seharusnya Lizzy tinggal lebih lama lagi di New York. Setidaknya menikmati musim dingin di New York untuk beberapa hari. Karena sebenarnya Dylan sangat ingin menghabiskan musim dingin bersama Lizzy, kekasihnya. Setelah melewati musim gugur yang indah bersama temannya, Lizzy. Walaupun Lizzy juga sangat menginginkan itu, tapi dia tidak bisa karena dia harus segera pulang untuk membantu persiapan pernikahan kakaknya, Grace dan Diaz.
***
Hari ini, 3 tahun sejak kejadian itu. Lizzy kembali ke New York. Masih musim gugur yang sama di kota yang sama. Lizzy masih melihat gadis kecil yang dulu menggesek biola memainkan Ode to Joy Beethoven. Meskipun begitu, tetap saja ada yang berubah. Karena hari ini Lizzy duduk sendiri di taman itu menghabiskan musim gugur tanpa di temani seseorang yang membuatnya tenggelam dalam penyesalan selama bulan terkahir. Seseorang yang sangat ia cintai, Dylan. Dylan meninggal beberapa waktu yang lalu karena kecelakaan pesawat terbang. Seharusnya hari itu adalah hari jadi mereka yang ke 3 namun, ternyata tuhan memiliki keinginan lain. Hari itu tidak akan pernah genap menjadi 3 tahun untuk Lizzy, akan selalu menjadi 2 tahun 364 hari. Tapi Lizzy yakin, kali ini cintanya tidak akan berakhir karena di kehidupan manapun dia dan Dylan akan saling mencintai dan kembali dipertemukan.
Di tengah sejuknya angin musim gugur Lizzy tersenyum. Tangannya mendekap buku sketsa milik Dylan di dadanya. Tak ada lagi penyesalan mengendap di hatinya. Musim gugur kali ini telah mengingatkannya pada hal terindah yang pernah dimilikinya.
Thanks, Dylan. You’re always gonna be my autumn.

Minggu, 16 Januari 2011

nyebrang laut pake K-A-K-I ? ? ? ckckckcckckckck. . . . .

Guess what..?
Hahahaaa..
Gue certain dari awal aja yak,,
Gini loh,, gue bareng temen-temen
Udah ngerencanain buat jogging k’ Sweet-Water-Beach
Yang dalam bahasa minangnya itu pantai air manih
Wkwkwkwwkww..
Alias pantai air manis tapi namanya doank yang Pantai "air manis" padahal yang namanya laut, airnya tetep aja asin,,yang ada malin kundangnya itu loh
Heheheee..
tapi nih yah makin lama tuh batu makin nipis aje..


Jadilah hari ini,Minggu 16 januari 2011
gue, (RENI,ST) hhehehe
bareng mbak De,,uda Andrey,,mas Ryondi,,alfa-alfa,oje,nta,,ning ama uni tut
jogging ria ke pantai air manis..
tapi rute perjalanannya bukan rute jogging..
rute pendaki gunung iya..
huuftttt..
tapi gag apa,, semangat buat main di pantai itu,,
ngalahin rasa capek ama penat yang gue rasain..
soalnya gue cinta banget sama yang namanya pantai..
Love Beach very much..
Beach pke B-E-A-C-H yahhh..
heheheheee

di awali dengan ngumpul dulu di kostnya..
mbak Dena Mutia,,dilanjutkan dengan jalan kakai ke BY PASS,,
trus naek angkot kuning (hemmphh angkot favorit mbak de kayaknya)
hehehheee..
trus,,brenti lagi deket rmah oje,, nyambung jalan kaki lagi..
ternyata jauh,,so naik angkot lagi,, kali ini warnanya biru,,( mbak kecewa)
hahahahaaa
eh,,tau gag ternyata nih yah,,mbak lumayan histeris liat TELUK BAYUR dan menyadari bakalan k'Pantai air manis
ckckckcckckkcckk..
hahahahaaaaa
piss mbak..

nah stelah itu baru kami melanjutkan rute
dengan pendakian bukit,,ckckckckckck..
gempor begete rasanya..
humphh...
tapi untungnya tanjakannya langsung disusul ama jalan yang nurun,,
eits,,tapi sedang enak-enak jalan..
kami liat ularr..
wiyyyyyy ning langsung histeris gilak
bikin gua kaget dan ngikut histeris jga....
nah si mbak udah kayak pawang ular aja..
bedua si mas ngusir ularnya buat kami lewat..
hehehehehehe
sembahh..sembahh
:D

hehehehee..
then,,nyampee.. P-A-N-T-A-I
hahahahahahahahasiiikk bener..
suka.suka.suka.suka.suka.suka..
(jangan jangan nyak gua ngidam pantai kali yak pas hamil gua)
hahahahahaa

ada batu malin kundangnya yang lagi nungging..
nggak sopan..
hehehehheee..
trus langsung dong camera on action..
hehehehe..
nah ini dia akhirnya sampai juga ke bagian yang pengen gue sensor..
ughh..
malu berat tau nggak gue dengan sok gagah beraninya..
lari,,mau ngelompat,
wew..
dengan sukses gue mendarat bak Stuntman..
eh..kayak adegan film sih kata mas..
biasanya klu stuntman bangga donk abis ngelakuin aksinya..
nah guee,,gila ajah,,nggak sempat lagi buat mikirin sakit,,soalnya
malunya lebih gede..
huahhhh,,nih anak anak pada ketawa pula..
untung si mas baek bantu2 gue bersihin tas,,
lumayanlah buat netralisir suasana hati..
yang malu nggak ketulungan..
>,<


ya udahlah,,mending balik ke topik awal
hehehee..
jadilah kami lari-larian di pantaiii..
seneng banget..
hahahahaa..
:D

trus uda andrey,,yang dari tadi sibuk ngusulin
ke pantai pisang..
hahahahaa..
P-A-N-T-A-I P-I-S-A-N-G ? ? ?
dalem pikiran gue tuh yah,,
kami naik ferry,,trus main di pulau yang banyak pisang ama monyetnya..
trus terdampar kayak adegan pilm pilm..
hahahahahahaa..

tapi ternyata gue salah besar,,
uda bilang,kita nyebrangin lautnya jalan kaki..
dangkal kok...
whatt...? ? ?
ya gue kagetlah,,maklum anak jambi nggak ada ketemu laut apalagi pengalaman nyebrang laut pake K-A-K-I..
hhoohhoohhoo..
ternyata airnya cetek..
:D
cuma selutut kok,,
sukses sampai di pulau pisang yang sama mbak de di namain BANANA ISLAND..
hahahahaa

ternyata nggak berenti di sono aje k'kagetan gue,,
nggak taunya di pulai pisang ntu..
kagak ada pisang satu biji pun apalagi monyet yang bertengger..
hufftt..
ketipu mode on..
:p

tapi nggak ngecewain banget kok..
gue bisa nikmatin pantai yang bener-bener cakep,,
ada batas antara air yang keruh dan air yang biru..
gue bisa liat bunga karang ama rumput lautnya di kaki gue..
pasir putih,,batu karang,,kerang2 laut,,kepiting2 kecil
ckckckckckck..
amazing..!!!
pokoknya beda banget deh rasanya liat pantai ama nyebrangin pantai..
hhehehehee..

byurrrr...byurrrr..
huahahahahhaaaa..
kami main siram2an..
gue jadi korban pertama,,basah kuyup..
disusul mbak de yang langsung sukses dibikin basah..
hahahahahahaa..
sampai akhirnya oja,alfa-alfa,mas,shinta yang musti dipegangin dulu..
nining yang harus di seret2..
dan terakhir tutyyyyy yang banyak banget alasan...
eh yang terakhir uda sih..
abisnya dia ngabur mulu..
dan kayaknya yang paling sering di siram itu iren ama mbak dee..
ehh,,
tapi sama rata kok..
basaaaahhh..asinnnnn...lengket..
tapi nyenengin..
hahahahahaaa..
nah,,mlai deh panggilan alam,,
perut yang udah laper banget..
then,,nyebrang lagi..
back to sweet water beach (istilahnya oje sih gitu)
hehehehee
tetep jalan kaki donkk..
bernarsis-narsis riaaa..
:D

huahhhh..
pulang,,naik angkot,,
coa motornya di tinggal di kost mbak Dena Muti-A
hehehee..
nggak apa jalan kaki dan naik angkot..
lebih kerasa viewnya..
hahahahahaaai..
:D

sipp..singkatnya..
kami pulang (di jalan, si mbak sempat2nya tidur :D),,makan ikan bakar..
heheheheee..


nggak taunya,,sampai kostnya mbak..
hpe gue hilang..
hmm,,gue ikhlas deh dengan berat hati..
gue bawa tabah ajah..
:)
plus,,bunga karang,,kulit kerang ama batu-batu lucu yang kami cari pas di pantai
ketinggalan..
huahhh..
kecewa berat tuh si ning..
hehehehehw..
:D

sihiiiiyyyyyyyyyyyyyyyyyyyy....
hari yang menyenangkannnnn..
gue suka pantaiiii..
thanks semuaaaa..
next time..??
hehehehheeheeeee..
tunggu tanggal mainnya aja..
:D

Sabtu, 15 Januari 2011

FREUNDSCHAFT

Sesuatu yang diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca seperti titik (.), tanda tanya (?), dan tanda seru (!). itu merupakan defenisi dari kalimat, menurut dosen gue. Sebenarnya gue pengen nanya, “trus gimana dengan penulisan daftar pustaka buk? Bukannya juga di awali dengan huruf capital? Tapi kenapa nggak disebut kalimat?” tapi gue urungkan pertanyaan gue, karena apa?, karena gue nggak mau terlihat pinter hehehee…

“Albertus Ahmad ibn Gautama !” Panggilan, tepatnya teriakan dosen kimia, Pak Jo sepertinya merupakan senjata ampuh untuk membubarkan khayalan-khayalan temanku, Albert yang lebih senang di panggil Ahmad ibn.

“Ya,pak..!” Lagi-lagi dengan wajah tanpa dosa ahmad menyahuti panggilan Pak Jo yang terkenal dengan sifat arogannya. Aku heran dan yakin kalau sebenarnya temenku yang satu ini punya nyawa lebih dari satu.

“Apakah untuk kesekian kalinya saya harus memperingatkan anda untuk fokus pada mata kuliah yang saya berikan? Atau untuk kesekian kalinya juga anda ingin saya mengusir anda keluar?” Kata-kata yang aku yakin bisa membuat mahasiswa mengucurkan keringat dingin, tapi tentu saja tidak dengan Ahmad, dia tetap tenang dan dengan santai menanggapi setiap kata-kata yang dilontarkan Pak Jo.

“Umm,,maaf pak, menurut saya, saya fokus pada materi yang anda berikan, mungkin saya hanya tidak fokus dengan cara anda memberikannya.” Gila, aku benar-benar sudah tidak mengerti sebenarnya mental seperti apa yang dimiliki anak ini.

“Maksud anda, saudara Albertus ?”

“Maap pak, saya Ahmad, Ahmad ibn. Maksud saya adalah bapak menjelaskan mengenai sejarah atom, dari teori J. J. Thompson kemudian Ernest Rutherford hingga Niels Bohr dengan cara memaksa kami untuk menganggung-agungkan mereka. Padahal inti dari semua yang bapak jelaskan itu tidak ada sama sekali, tidak ada teori dan bukti, yang ada hanyalah catatan-catatan sejarah untuk mengisi ujian yang bisa kami temukan di perpustakaan, internet atau media. Sedangkan yang dibutuhkan oleh semua mahasiswa yang ada di sini adalah ilmu, bukan nilai.” Bukan hanya Pak Jo yang dibuatnya tercengang, melainkan semua yang ada diruangan tersebut. Kekagumanku pada Ahmad semakin menjadi dan bertambah, dia dengan lepasnya bisa menyampaikan apa yang kami semua ingin sampaikan, dengan tenangnya dia mampu mengucapkan apa yang kami ingin ucapkan, dia telah dengan beraninya mewakili pemikiran kami semua. Tapi keberaniannya itu harus dibayar dengan mahal, karena Pak Jo bukanlah tipikal dosen yang berjiwa besar untuk mendengarkan kritikan orang lain.

“Baiklah, kalau anda merasa tidak nyaman, silahkan tinggalkan mata kuliah saya.”

“Loh, kenapa? Saya tidak mengatakan saya tidak nyaman pak.”

“Saudara Albertus apakah anda tidak diajari oleh ibu anda untuk mengerti bahasa manusia? KELUAR. Bagi siapapun yang mempunyai pikiran yang sama dengan anak ini, silahkan mengikutinya !” Aku tercekat melihat kemarahan Pak Jo, aku yakin kami semua mempunyai pikiran yang sama dengan Ahmad,tapi kami tidak mempunyai keberanian yang sama dengannya.

“Baiklah,pak. Saya akan keluar, tapi teman-teman sekalian kalian jangan pernah meninggalakan tempat duduk yang sekarang kalian duduki, karena saya paham, teman-teman belum memiliki cukup keyakinan untuk memilih ilmu atau nilai. Satu lagi pak, nama saya Ahmad, Ahmad ibn. Albertus itu hanyalah nama orang yang diberikan kepada saya sebagai rasa hormat karena telah melahirkan ibu saya!”

Itu hanya sebagian kecil dari banyak hal yang menjadikannya istimewa. Dia adalah teman terbaik dan sangat istimewa yang pernah saya temui. Dia selalu mengatakan kepada saya,” Fath, kamu tau kenapa saya bisa ada disini?” tentu saja aku bingung mendengarkan pertanyaannya, kemudian dia meneruskan lagi ucapannya, “Aku ada di sini, karena aku menginginkannya. So, kamu harus memahami, bahwa kamu harus melakukan sesuatu yang kamu inginkan, bukan yang orang inginkan atas dirimu.” Terus bersamanya membuat aku mengerti, bahwa bocah satu ini benar-benar terlahir untuk menjadi seseorang yang istimewa. Dari awal, aku mengira dia adalah seorang anak dari keluarga kaya raya yang bisa meminta apa saja dari orang tuanya sehingga dia bisa melakukan apa saja yang disukainya. Tapi ternyata aku keliru, dia hanyalah anak seorang ayah yang bekerja sebagai buruh perusahaan perminyakan dan ibu yang bekerja sebagai guru taman kanak-kanak yang tidak digaji. Dapat aku simpulkan, mungkin uang bulanan yang kudapat dari orangtuaku, lebih besar dari pendapatan keluarganya. Anehnya, dia tidak pernah sekalipun mengeluh masalah ekonomi, setelah itu aku baru tau ternyata dia bekerja part time di sebuah sekolah islam dekat kampus kami. Aku semakin malu, setelah tau bahwa dia kuliah di kampus ini dengan beasiswa dan mencukupi hidupnya sendiri dengan bekerja.
Suatu hari dia bertanya, “Fath, kamu pernah memperhatikan ibumu menangis atau tersenyum?” Seperti biasa aku bingung mendengar pertanyaannya, karena jangankan memeperhatikan ibuku menangis atau tersenyum, melihatnya saja aku hanya sekilas, karena aku tau ibuku juga tidak pernah benar-benar menyayangiku. Baginya kami hanyalah peliharaan yang harus terus dilatih agar suatu saat bisa meneruskan karir yang telah ia capai sekarang. Seolah mengerti kenapa aku diam, dia kembali melanjutkan perkataannya,

“ Fath, mungkin kamu berpikir, jangankan memperhatikan, melihatnya saja aku tidak terlalu sering. Padahal kamu tau Fath, jauh di sini, di lubuk hatimu, kamu memperhatikannya dengan sangat detail. Kamu merindukan masa kecilmu yang senantiasa menjadi topic utama dalam hidupnya. Seharusnya kamu tau, ibumu begitu karena dia menginginkan kamu tumbuh dewasa sebagai seorang lelaki, tidak manja. Hmm,, ya sudahlah Fath, jangan terlalu kamu pikirkan cukup pahami kalau temenmu ini sedang kelaparan, jadi ayok kita cari makan dulu. Heheheee.”

“Hah,,dasar kamu menghancurkan konsentrasiku aja ust.”

“Ust ? panggilan apalagi tuh.”

“Ust, yah ustada walaupun cuma setengah.”

“Hahaa.. nggaklah Fath, aku belum pantes untuk panggilan itu.”

Begitulah dia selalu merendah dan tidak menonjolkan kehebatannya. Dia tidak pernah merasa hebat meskipun selalu mendapatkan IPK tertinggi. Dia temanku, namanya Albertus Ahmad ibn Gautama berasal dari dua orangtua yang muallaf, keluarga ibu yang Kristen dan keluarga ayah pemeluk budha, dia diberikan kebebasan memilih, dan pilihannya adalah menjadi seorang muslim yang taat. Aku temannya, Fath alatifh berasal dari keluarga terpandang ibuku seorang sukarelawan yang giat bekerja di bidang social, sering disibukkan oleh kegiatan panti asuhan atau panti jompo yang didirikannya, sedangkan ayahku direktur dari perusahaannya sendiri. Aku anak bungsu dari 3 bersaudara kakak laki-lakiku yang pertama telah menyelesaikan program doktornya di Harvard University dan sekarang memilih untuk bekerja di Inggris sedangkan kakak perempuanku baru saja melanjutkan pendidikannya di Universitas Lomonosov, Rusia. Entah bagaimana keadaan mereka, keduanya memilih untuk jauh dariku dan keluarga, memilih pergi untuk sebuah kehidupan yang bebas. Sedangkan aku, aku tidak pernah diberi kesempatan memilih, memilih untuk hal yang aku inginkan. Mungkin semenjak aku lahir, aku sudah diputuskan untuk menjadi seorang mahasiswa teknik sipil. Sehingga sekarang di sinilah aku berada, ITB. Kampus yang aku banggakan, karena disinilah aku mengerti bahwa hidup itu untuk berjuang, hidup itu untuk berbagi karena disinilah aku menemukan teman terbaikku, Ahmad ibn.


  


“Ahmad, tugas rekayasa bangunanku belum selesai.”

“Iya Fath, lalu kenapa?” Ahmad hanya mengeluarkan pertanyaan sederhana seperti itu padaku, yang mampu membuat emosiku memuncak.

“Kamu Tanya kenapa? Mungkin menurutmu ini bukan masalah kecil karena dalam dua jam kamu bisa menyelesaikan tugsa seperti ini. Karena kamu bisa melakukan semuanya dengan mudah.”

“Fath, kalau kamu tau aku bisa, lalu kenapa kamu tidak meminta bantuanku? Itu karena kamu juga tau, kalau kamu juga bisa. Masih ada waktu Fath, mari aku bantu.” Dia memang sangat sederhana, kata-katanya, sikapnya, dan kebaikkannya. Hari itu dia membantuku mengerjakan tugas rekayasa bangunan itu, yang seharusnya aku kerjakan sendiri. Aku dan dia tidak pernah tau kalau hari itu adalah hari terakhirnya menjadi mahasiswa ITb, hari terakhirnya mengerjakan tugas bersamaku tapi dia mengatakan bahwa hari itu bukanlah hari terakhrinya menjadi temanku.

Dia, teman terbaikku hari itu dikeluarkan dari kampus kebanggaannya, dari masa depan yang diperjuangkannya, semua karena kesalahanku. Dia ketahuan membuatkan tugasku, yang menurut dosen merupakan kesalahan fatal. Aku tidak mengerti, seberapa jahatnya aku, dan seberapa baiknya dia. Yang aku sesalkan adalah aku tidak melakukan pembelaan apa-apa terhadap kesalahan yang seharusnya menjadi tanggung jawabku. Aku hanya diam, melihat teman terbaikku di usir dari tempat yang membuatnya merasa hidup semakin berarti. Dia akan selalu menjadi teman terbaikku. Dia tidak menyimpan sedikitpun dendam, dia tidak menyesali kebaikkannya padaku yang mengakibatkan dia dikeluarkan. Dia berkata, “Fath, kamu jangan tenggelam dalam rasa bersalah. Aku tidak menyesali perbuatanku. Kamu harus tau bahwa bagiku, belajar itu bisa di mana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja karena yang kita butuhkan itu ilmu bukan nilai. Aku melepaskan kepergiannya dengan air mata dan rasa bersalah sedangkan dia meninggalkanku dengan senyuman dan keikhlasan.


  

7 tahun kemudian

“Maaf , bisa saya bertemu dengan pemimpin proyek?”

“Oh, anda pasti Pak Fath, kenalkan saya Andi, Koordinator lapangan.”

“Oh iya Pak Andi. Bisa saya minta tolong, saya ingin bertemu pemimpin proyek ini. Kalau saya boleh tau siapa namanya, saya lupa.”

“Pemimpin proyek ini biasa dipanggil mr.Kind, setiap kali dia dipanggil begitu dia hanya tertawa. Baiklah, mari saya antarkan ketempat beliau.”

“Oh, iya. Terimaksih.”

“Saya yakin, setelah anda bertemu dengan beliau, anda merasa sangat beruntung bisa menjalin kerjasama dengannya. Karena beliau merupakan seorang konsultan sekaligus ahli yang sangat sibuk dan diperebutkan oleh banyak perusahaan. Nah, itu beliau, yang lagi berdiri dan berbicara dengan pekerja lapangan. Maaf, mr.Kind ada yang mencari anda.”

“Ahmad………?????

Seseorang yang sangat ku kenal, seseorang yang membuatku menyadari hidup ini untuk berbagi. Seseorang yang membuatku mengerti belajar itu bisa di mana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja karena yang kita butuhkan itu ilmu bukan nilai. Dia yang ada di hadapanku sekarang seorang yang memimpin proyek besar di negri ini. Albertus Ahmad ibn Gautama di manapun dia berada dia akan senantiasa dicintai oleh orang di sekitarnya, dia akan senantiasa menebarkan kebaikan.


Cerita ini terinspirasi dari sebuah film.

Kamis, 13 Januari 2011

LAATSTE BLAADJE

Senin, 30 Mei 2002

“gubrak”. . . .
Terdengar keributan di belakang, melati yang semula sibuk dengan pekerjaan rumahnya bergegas menuju gudang setelah di kagetkan oleh suara ribut tersebut. Ternyata bukan hanya melati yang di kagetkan oleh suara tersebut, si mbok pun juga merasakan hal yang sama. Si mbok membuka pintu gudang pelan-pelan, terdengar suara berderit dari engsel yang sudah berkarat, menandakan bahwa gudang tersebut sudah lama tidak pernah dibuka. Setelah pintu terbuka, tercium bau yang sedikit menyengat, mungkin kotoran tikus atau kecoa yang sudah bersarang di gudang tersebut. Melati melangkah pelan ke dalam gudang sambil memencet hidungnya, diikuti oleh si mbok. Melati sedikit bergidik karena suasana gudang yang lembab dan sangat tidak nyaman. Gudang sudah lama tidak di bersihkan bagian dalam gudang benar-benar terasa sumpek, debu yang sudah tebal, dinding yang di penuhi sarang laba-laba, dan lantai yang penuh dengan kotoran tikus atau hewan lainnya yang selama ini bersarang di sana. Sejenak Melati lupa alasan kenapa dia berada di gudang tersebut karena dia disibukkan dengan sebuah lukisan yang menempel di dinding, lukisan bunga melati dengan kelopaknya yang putih bersih dan daun yang hijau, sangat cantik. Anehnya lukisan tersebut terlihat bersih seolah dirawat dengan rutin oleh pemiliknya. Melati semakin heran, karena selama ini dia belum pernah melihat lukisan tersebut di rumahnya.


“gubrakk”. . .

Suara itu terdengar lagi, Melati pun tersadar dari lamunannya dan kembali mencari sumber suara tersebut. Sedangkan si mbok dari tadi hanya sibuk membolak-balikkan isi gudang mencari sumber suara yang tadi telah mengagetkannya.
“ha,ini dia non, ketemu yang dari tadi bikin keributan !” Si mbok tiba-tiba berteriak dari balik tumpukan kardus sambil memegang seekor kucing berbulu putih bersih.

“Ternyata kamu yah sayang, siniin mbok biar aku yang bawa si bintang.” Ternyata sumber keributan tersebut berasal dari barang-barang yang di jatuhkan oleh Bintang, kucing peliharaan Melati.

“Ya udah, ini non. Eh, non masih mau di sini ? Jangan lama-lama ya non, nanti keburu nyonya pulang, non khan nggak boleh masuk gudang ini.”

“Iya mbok, aku masih mau di sini sebentar lagi. Nggak apa-apa, nanti kalau mama pulang aku bakal cepat-cepat keluar kok.”

“Kalau gitu, mbok tinggal dulu ya non. Mbok masih ada kerjaan di belakang.”
“Oh,iya mbok.”


Sepeninggalnya mbok, Melati kembali mengamati lukisana yang tadi dilihatnya. Melati merasa ada sesuatu dalam dirinya yang bereaksi hebat ketika dia melihat lukisan itu. Melati tersentak dari lamunannya ketika dia mendengar panggilan mamanya.

“Sayang, kamu dimana? Mama bawain makanan kesukaan kamu nih.”

Melati bergegas menutup pintu gudang sambil menyahuti panggilan mamanya.

“ Ya ma. .”

“Sayang, kamu masuk gudang belakang ya?”

“mm..iya ma.” Melati hanya tertunduk tidak berani menatap mata mamanya, bukan karena dia takut melihat kemarahan di mata itu, tapi sebaliknya dia tidak mau melihat mata mamanya yang begitu lembut dan terlihat sedih. Wajah mamanya yang cantik, dengan paras keibuan dan kulitnya yang kuning langsat membuat melati selalu merasa nyaman menatapnya. Namun setiap kali Melati menatap wajah mamanya, dia semakin tidak menemukan kemiripan antara dia dan mamany. Terkadang hal itu membuatnya sedih dan merasa tidak nyaman, namun segera ditepisnya fikiran tersebut, karena pada saat yang bersamaan dia seolah bisa menatap wajah papanya yang penuh wibawa dan membuatnya sangat nyaman, karena wajah itu benar-benar mirip dengan wajahnya yang putih bersih seperti bunga melati, seperti namanya Melati.


Mama Melati menghela napas yang terdengar letih “ Hmm,, ya sudahlah mungkin sudah saatnya kamu tau. Lagi pula, mama tidak bisa selamanya menyimpan cerita ini.” Melati hanya diam mendengarkan mamanya berbicara, ada sesuatu yang bergejolak dalam batinnya, seolah dia tidak ingin pembicaraan ini terjadi, karena mungkin akan ada sebuah kenyataan yang sulit untuk diterimanya. Tapi Melati memilih untuk membiarkan mamanya terus bercerita. Tiba-tiba mamanya menghentikan ceritanya, karena tidak mampu menahan air mata yang sedari tadi sudah menggenang di sudut matanya. Melati merasa bersalah, tidak seharusnya dia membuat suasana menjadi sedih, Melati beringsut dan mendekati mamanya kemudian memeluk wanita yang sangat di sayanginya tersebut.


“Ma, mama jangan nangis lagi ya, Melati janji nggak bakal ngelanggar pesan mama lagi, Melati janji bakal jadi anak yang baik ma. Sekarang mama jangan nangis lagi.” Mamanya semakin meneteskan air mata mendengar ucapan anak semata wayangnya tersebut. Nyonya Pram tidak menyadari kalau Tuan Pram sudah pulang dan tengah memperhatikannya.


  


“Ma, biarkan saja semua ini tetap berjalan apa adanya.” Nyonya Pram menatap suaminya mencoba mencari secercah keyakinan.
“Tapi pa, mama takut jika suatu hari dia tau hal ini dari orang lain. Mama tidak mau kehilangannya lagi pa. Mama sudah tidak kuat kehilangan Melati untuk kedua kalinya.” Nyonya Pram mulai terisak.
“Ma, mama harus percaya sama papa, kita nggak akan kehilangan siapa-siapa. Mama harus berhenti bersikap seperti ini ma. Biarkan Melati tenang.” Nada suara Tuan Pram terdengar letih namun dia menyembunyikan itu semua di depan istrinya, dia terus berusaha untuk kuat agar dia bisa menguatkan istrinya.


  


“Gubrak”...

Terdengar suara ribut dari belakang, Tuan dan Nyonya Pram bergegas menuju sumber keributan. Terlihat pintu gudang yang sudah terbuka, Tuan dan Nyonya Pram memasuki gudang yang sudah lama tidak di fungsikan tersebut. Nyonya Pram tertegun melihat sebuah lukisan yang menempel di dinding tersebut. Meskipun gudang tersebut sudah lama tidak dimasuki namun lukisan itu tetap bersih seperti dirawat secara rutin oleh pemiliknya.
Nyonya Pram tersenyum dan meraih lukisan tersebut kemudian mengelap dan membersihkan debu tipis yang menempel.


Dibalik lukisan tersebut tertulis


Mama tersayang
Lukisan ini sengaja melati persembahkan untuk mama
Karena melati nggak tau ma
Sampai kapan melati bisa bertahan
Untuk itu, jika nanti melati udah nggak di samping mama lagi,
Semoga lukisan ini bisa menggantikan melati
Menjadi kelopak terakhir di hati mama
Mama, melati senang akhirnya hari ini mama mengizinkan melati
Ke negri kincir angin, melati janji ma akan cepat pulang
Dan terus di samping mama sampai waktu melati tiba.


Melati, 30 mei 1992




Tiba-tiba selembar kertas koran yang sudah lecek dan usang terjatuh dari tumpukan buku di dekat lukisan tersebut.

Minggu, 30 Mei 1992 Berita Utama
KECELAKAAN PESAWAT DENGAN TUJUAN BELANDA
Korban tewas :
1. Van der Riech
2. Roberto
3. Azelvna Kjonkvik
4. Moreno van Brogh
5. Melati Pramuditya


. . . . . . . . . . . . . . .