Pages

Sabtu, 18 Februari 2012

Snowfall (Chapter 3 -Kim Ri Yoong- )



“Ri yoong-ya, sepertinya musim dingin datang lebih awal. Oh,ya kamu sudah makan malam?”

“Ne..? Ah, iya sepertinya begitu. Makan malam, ya aku sudah makan tadi bersama teman-teman kantor.” Oppa, maaf aku berbohong, aku hanya tidak bisa lebih lama lagi bersamamu, aku masih tidak yakin apakah waktu 5 tahun telah benar-benar mengikis habis perasaanku, dan jika belum maka aku akan semakin tidak yakin apakah aku bisa melepasmu lagi. Oppa, jangan kembali jika hanya untuk pergi lagi.

“Aahhh, Ri yoong-ya, sebenarnya aku berharap kamu belum makan malam. Aku ingin kita makan malam bersama. Tapi ya sudahlah tidak apa-apa.”

“Ah, mianhae Oppa.”

“Aniy.. Ri yoong-ya, sebagai gantinya boleh aku mengantarmu pulang? Setidaknya biarkan aku tau di mana kamu tinggal. Tidak baik bukan membiarkan seorang wanita berjalan sendirian di malam hari, apalagi wanita cantik.”

Aku menatap tercengang laki-laki di depanku, tatapan yang di penuhi sejuta kebimbangan, Oppa, tidak bisakah kamu biarkan aku menata kembali kehidupanku. Sebenarnya untuk apalagi kamu kembali?

“Um, Oppa, Aku tidak mau menyusahkanmu, lagi pula aku tinggal tidak jauh dari sini.”

“Ah, Jadi tidak jauh dari sini, kalau begitu kamu tidak perlu takut akan menyusahkanku. Ri yoong-ya, Oppa akan selalu berjalan di sampingmu.”

Aku hanya terdiam, kebimbanganku makin menjadi. Untuk sesaat aku membiarkan perasaan itu mengalir, perasaan yang tak pernah bisa aku mengerti. Perasaan yang mengalir seperti salju yang mulai menutupi ranting-ranting pohon, seperti salju yang mencair lembut, perasaan hangat itu menjalar kembali, entah perasaan apa, aku tenggelam dalam kebimbanganku.

“Ri yoong-ya, ada apa?”

“Ne? ah, aniy..”

“Aa, Gaja..!”

Sepanjang perjalanan aku hanya diam sambil sesekali melirik ke arahnya. Aku merasakan untuk sesaat jantungku berhenti berdetak, untuk sesaat darahku menjadi beku, dan untuk sesaat pula aku merasakan kota seoul kehilangan pesonanya, hanya karna pada sesaat yang singkat itu aku melihat senyumnya, senyum yang merobohkan seluruh benteng pertahananku, Jung Min Oppa, akankah lima tahun yang lalu hanya menjadi lima tahun yang sia-sia untukku melupakanmu?

Ternyata sesaat yang ku kira begitu singkat, telah menghabiskan waktu sepanjang perjalanan menuju rumahku. Kami berjalan dalam diam, dia berjalan dengan senyumnya, dan aku berjalan dengan segala keraguan dan bahagia yang tumpang tindih.

Kami sudah sampai di depan rumahku yang mungil, dengan taman kecil di depannya, meskipun sekarang lebih terlihat seperti selimut putih, karena hamparan salju yang mulai menebal telah menutupi rumput dan beberapa taman hias lainnya. Aku memutuskan untuk tidak menawarinya mampir, bukan karena aku tidak tahu terimakasih tapi aku hanya tidak mau membiarkan kehadirannya benar-benar mengikis habis benteng pertahananku.

Aku berniat untuk mengucapkan terimakasih karena telah menyusahkannya, tapi aku terpaksa mengurungkan niatku karena dia memberi isyarat padaku untuk diam, dengan meletakkan jari telunjuknya di bibirku, aku tercekat, kemudian dia menunjuk ke arah bangku di taman kecilku, aku terkejut ternyata ada seseorang yang tengah tertidur sambil menahan kepalanya dengan kedua tangannya. Perlahan dia menghampiri orang tersebut, dan menyuruhku untuk tetap diam dan berjalan perlahan di belakangnya, aku hanya menurut dan melangkah diam di balik punggungnya yang kokoh. Perlahan dia membangunkan orang yang tidak di kenal tersebut, tepat di saat laki-laki tersebut mengangkat kepalanya, aku bisa merasakan bahwa kali ini jantungku benar-benar berhenti berdetak, kali ini darahku benar-benar berhenti mengalir, dan kali ini aku benar-benar membeku, mungkin saat itu wajahku yang pasi seketika, lebih putih dari pada salju yang mulai menebal.

Aku melihat wajah pucat Jung Min Oppa, aku melihat ekspresi lega dari laki-laki di hadapanku, dan aku melihat satu persatu masa lalu menghempaskanku, aku tercekat di cekik keterkejutan dan waktu.

“Jong Hyun-ssi.........”

Snowfall (Chapter 3 -Kim Ri Yoong- )



“Ri yoong-ya, sepertinya musim dingin datang lebih awal. Oh,ya kamu sudah makan malam?”

“Ne..? Ah, iya sepertinya begitu. Makan malam, ya aku sudah makan tadi bersama teman-teman kantor.” Oppa, maaf aku berbohong, aku hanya tidak bisa lebih lama lagi bersamamu, aku masih tidak yakin apakah waktu 5 tahun telah benar-benar mengikis habis perasaanku, dan jika belum maka aku akan semakin tidak yakin apakah aku bisa melepasmu lagi. Oppa, jangan kembali jika hanya untuk pergi lagi.

“Aahhh, Ri yoong-ya, sebenarnya aku berharap kamu belum makan malam. Aku ingin kita makan malam bersama. Tapi ya sudahlah tidak apa-apa.”

“Ah, mianhae Oppa.”

“Aniy.. Ri yoong-ya, sebagai gantinya boleh aku mengantarmu pulang? Setidaknya biarkan aku tau di mana kamu tinggal. Tidak baik bukan membiarkan seorang wanita berjalan sendirian di malam hari, apalagi wanita cantik.”

Aku menatap tercengang laki-laki di depanku, tatapan yang di penuhi sejuta kebimbangan, Oppa, tidak bisakah kamu biarkan aku menata kembali kehidupanku. Sebenarnya untuk apalagi kamu kembali?

“Um

Selasa, 14 Februari 2012

Snowfall (chapter 2)


Akhirnya aku kembali ke kota ini, Seoul. Lima tahun telah berlalu, lima tahun yang sangat ku sesali dalam hidupku. Sebenarnya aku tidak hanya ingin kembali ke kota ini, aku juga sangat ingin kembali ke waktu lima tahun sebelum hari ini. Memperbaiki kesalahan yang tidak seharusnya ku lakukan, menemukan kembali seseorang yang bisa mengisi ke kosonganku.

Aku menemukan begitu banyak perubahan yang terjadi, bahkan kota ini, seolah tidak lagi aku kenali. Dulu di tempatku berdiri saat ini aku bisa melihat taman-taman yang sangat indah dengan kelap-kelip lampu warna warni, namun sekarang aku berdiri sambil menatap gedung-gedung perkantoran yang menjulang, poster-poster Hallyu Star dengan berbagai ukuran di sepanjang toko-toko kecil yang berjejalan, yang tersisa hanyalah bangku taman dan beberapa batang pohon untuk meneduhi pejalan kaki di sepanjang trotoar.

Aku menatap ufuk timur, matahari mulai turun kembali ke peraduannya, semilir angin senja meniup lembut sisa-sisa daun yang berguguran. Entah kenapa, kali ini aku ingin bertahan lebih lama menyusuri trotoar kota ini, meskipun dingin mulai menusuk. Tapi dingin ini tidak ingin ku indahkan, satu-satunya yang aku pedulikan saat ini hanyalah tekad dan keinginanku untuk menemukannya kembali.

Malam yang semakin dingin seolah menggodaku untuk segera pulang, tapi tidak, aku sudah bertekad untuk menemukannya hari ini, aku juga tidak tau mengapa kali ini aku merasakan tekad yang luar biasa, mungkinkah ini pertanda langkahku sudah semakin dekat dengan keberadaannya? Aku hanya bisa berharap.

Dari tadi aku berjalan menyusuri trotoar tanpa tau arah, ketika aku sadari ternyata aku telah berdiri di sebuah taman kota, aku tersenyum, setidaknya masih ada taman dengan pohon-pohon rindang yang tersisa di kota ini. Dari tempatku berdiri aku bisa melihat dengan jelas orang-orang yang berlalu lalang di seberang jalan sana, ada seorang kakek tua yang berjalan bergandengan dengan seorang remaja cantik mungkin cucunya, ada juga sepasang laki-laki dan perempuan sebaya mereka terlihat begitu serasi, ah andai saja aku masih bersamanya mungkin kami juga akan terlihat serasi seperti mereka, bukan mungkin tapi pasti, yah kami pasti akan terlihat sangat serasi, aku tersenyum sebelum menghela nafas panjang. Aku berniat pulang dan menyerah pada takdirku, mungkin memang aku dan dia tidak berjodoh di kehidupan ini, dalam hati aku meminta dengan sangat kepada tuhan, semoga di kehidupan yang akan datang, aku dan dia bisa bersama.

Tepat di saat aku hendak memutar langkah pulang, saat itulah aku melihat sosok itu. Seseorang yang berjalan dengan tertunduk, aku tercekat, benarkah itu dia? Aku terdiam di bawah sebuah lampu taman menatap sosok perempuan yang kini berdiri tepat di seberang jalan di depanku. Aku menatap sosok itu dengan perasaan yang sangat sulit untuk ku ucapkan, kebahagiaan yang meluap, aku melambaikan tangan ke arahnya, berharap dia akan melihat keberadaanku. Aku bergegas menyeberangi jalan, menuju sosok tersebut.

Benar, memang dirinya, aku tidak salah lagi, meskipun lima tahun telah berlalu tetapi aku tidak akan pernah melupakan setiap detail dirinya. Bola matanya yang bening, bulu mata yang lentik, rambut hitamnya, semuanya, tidak satupun yang hilang dari ingatanku. Ingin rasanya aku berlari dan memeluk perempuan yang sekarang berdiri di hadapanku. Kami hanya di pisahkan oleh jarak sekitar 50 cm, aku bisa melihat dengan jelas wajahnya, wajah perempuan yang sangat aku rindukan. Aku sangat ingin memeluknya, menumpahkan semua perasaan yang bergejolak, tapi yang keluar dari mulutku hanyalah pertanyaan klise, seperti sahabat lama yang tidak sengaja bertemu. Ah, aku sebenarnya takut, dia akan berpikir bahwa aku telah melupakannya.

“Ternyata aku tidak salah lihat, Ri yoong-ya, lama tidak bertemu, tapi kau masih terlihat sama. Bagaimana kabarmu?”
Aku memang bodoh, sebenarnya yang ingin ku katakan adalah ‘ Ri yoong-ya, akhirnya aku menemukanmu’ tapi yang keluar hanyalah ‘lama tidak bertemu’ pernyataan yang sangat bodoh, aku kembali memaki diriku sendiri. Tapi jujur, dia memang masih terlihat sama, sama seperti dulu, selalu terlihat cantik di mataku.

“Jung Min oppa....” Aku menangkap nada kaget dalam caranya berbicara, bahkan dia masih terdiam kaget menatap ke arahku, aku hanya bisa tersenyum dan terus menatapnya, meskipun gejolak perasaanku kian memberontak, tapi aku terlalu pengecut untuk memeluk perempuan ini, aku terlalu pengecut. Untuk beberapa saat kami saling menatap dalam diam, hingga aku merasakan benda putih yang jatuh di telapak tanganku, cair, dingin, ini salju. Salju ini...

Seingatku, ini salju pertama yang turun di musim ini, entah kenapa aku merasa damai, seolah salju ini memberikan kesejukan yang menumbuhkan kembali tunas perasaanku padanya, Ri yoong, aku berharap kamu masih mencintaiku, agar cinta kita abadi. Aku bahagia, menikmati salju pertama musim ini, bersama dengan perempuan yang teramat ku cintai. Aku membersihkan salju yang menempel di rambutnya, ah, aku selalu ingin kembali merasakan perasaan seperti ini.

“Ri yoong-yaa, bukankah ini salju pertama yang turun di musim ini?”

“Ne.......”

Ini memang salju pertama musim ini, Ri yoong. Aku berharap waktu lima tahun yang telah terlewati tidak akan mengikis habis perasaanmu padaku. Ri yoong, apakah kau masih mencintaiku? Ah, aku hanya bisa berharap. Aku mendongak ke langit, melihat butir-butir salju yang mulai turun, sambil diam-diam menatap ke arahnya. Ri yoong-ya, aku sangat berharap kau masih menyisakan perasaanmu padaku.

Senin, 13 Februari 2012

Snowfall (chapter 1)


Hari ini sama saja seperti hari kemarin, dan hari-hari sebelum kemarin. Tidak ada satupun perubahan berarti yang terjadi dalam hidupku, satu-satunya perubahan yang ku lihat hanyalah, orang-orang yang menjadi semakin egosi dari hari ke hari, seolah kehilangan hati nurani. Hidup semakin tidak berarti, semuanya kosong, hidup, bernafas, tapi seolah mati.

Aku mendesah pelan sekali lagi, mengapa aku harus hidup di tengah kehidupan yang bahkan tak ku ingini, yang tak ku kenali, sudahlah aku sudah memutuskan untuk berhenti menggugat tuhan, karena itu sama sekali tidak membuatku merasa lebih baik. Aku meneruskan langkah menyusuri trotoar di bawah naungan lampu warna-warni di depan toko-toko yang berderet sepanjang jalan kota Seoul, merah muda, biru, kuning, dan lampu jalanan berwarna putih.

Aku terus meneruskan langkahku, hingga pandanganku terhenti pada satu sosok yang berdiri di bawah sebuah lampu taman di seberang jalan, ia melambaikan tangan, ke arahku? Aku bingung, apakah aku mengenali sosok tersebut? Atau jangan-jangan dia adalah penjahat yang berkeliaran di malam hari? Aku berhenti sejenak memperhatikan sekelilingku, apakah benar dia melambaikan tangan ke arahku atau orang lain. Tapi ternyata saat itu hanya ada aku sendiri yang berdiri di sana. Belum habis rasa bingungku, tiba-tiba lelaki itu berjalan ke arahku, perasaan takut mulai merayapi benakku. Siapa dia?

“Ternyata aku tidak salah lihat, Ri yoong-ya, lama tidak bertemu, tapi kau masih terlihat sama. Bagaimana kabarmu?”

“Joon Min oppa......” aku merasakan tubuhku yang semula dingin ketakutan sontak membeku, ketika melihat sosok yang sekarang berdiri di hadapanku, dia bukan hanya lelaki yang ku kenali, tapi sangat ku kenali. Joon Min oppa, masa lalu yang telah ku tutup rapat dan tak lagi ingin ku masuki.

Dia terdiam menatapku dengan senyum, sementara aku terdiam membeku menatapnya, untuk beberapa saat kami tenggelam dalam diam, saling menatap satu sama lain, hingga aku di kagetkan oleh benda putih yang mencair di tanganku, salju. Aneh, bukankah ini masih terlalu awal untuk musim salju, apakah ini merupakan salju pertama yang telah turun untuk musim salju kali ini? Ia mengulurkan tangannya, membersihkan salju yang jatuh di atas rambutku, aku terdiam. Mungkinkah aku harus kembali memasuki masa lalu yang sudah ku tinggalkan jauh di belakang. Dan mengapa salju pertama ini harus turun di saat aku bersamanya?


Ketika salju pertama turun, di saat sepasang kekasih yang saling mencintai tengah bersama maka cinta mereka akan abadi, seperti kelembutan salju yang selalu tertinggal di hati.


Tapi, Joon Min bukanlah kekasihku, dia hanyalah bayangan masa lalu, dan apakah aku masih mencintainya, entahlah, tapi kurasa 5 tahun waktu yang cukup untuk mengikis habis perasaanku padanya. Oppa, kenapa aku harus bertemu denganmu lagi.


“Ri yoong-yaa, bukankah ini salju pertama yang turun di musim ini?”

“Ne.......”