Pages

Kamis, 13 Januari 2011

LAATSTE BLAADJE

Senin, 30 Mei 2002

“gubrak”. . . .
Terdengar keributan di belakang, melati yang semula sibuk dengan pekerjaan rumahnya bergegas menuju gudang setelah di kagetkan oleh suara ribut tersebut. Ternyata bukan hanya melati yang di kagetkan oleh suara tersebut, si mbok pun juga merasakan hal yang sama. Si mbok membuka pintu gudang pelan-pelan, terdengar suara berderit dari engsel yang sudah berkarat, menandakan bahwa gudang tersebut sudah lama tidak pernah dibuka. Setelah pintu terbuka, tercium bau yang sedikit menyengat, mungkin kotoran tikus atau kecoa yang sudah bersarang di gudang tersebut. Melati melangkah pelan ke dalam gudang sambil memencet hidungnya, diikuti oleh si mbok. Melati sedikit bergidik karena suasana gudang yang lembab dan sangat tidak nyaman. Gudang sudah lama tidak di bersihkan bagian dalam gudang benar-benar terasa sumpek, debu yang sudah tebal, dinding yang di penuhi sarang laba-laba, dan lantai yang penuh dengan kotoran tikus atau hewan lainnya yang selama ini bersarang di sana. Sejenak Melati lupa alasan kenapa dia berada di gudang tersebut karena dia disibukkan dengan sebuah lukisan yang menempel di dinding, lukisan bunga melati dengan kelopaknya yang putih bersih dan daun yang hijau, sangat cantik. Anehnya lukisan tersebut terlihat bersih seolah dirawat dengan rutin oleh pemiliknya. Melati semakin heran, karena selama ini dia belum pernah melihat lukisan tersebut di rumahnya.


“gubrakk”. . .

Suara itu terdengar lagi, Melati pun tersadar dari lamunannya dan kembali mencari sumber suara tersebut. Sedangkan si mbok dari tadi hanya sibuk membolak-balikkan isi gudang mencari sumber suara yang tadi telah mengagetkannya.
“ha,ini dia non, ketemu yang dari tadi bikin keributan !” Si mbok tiba-tiba berteriak dari balik tumpukan kardus sambil memegang seekor kucing berbulu putih bersih.

“Ternyata kamu yah sayang, siniin mbok biar aku yang bawa si bintang.” Ternyata sumber keributan tersebut berasal dari barang-barang yang di jatuhkan oleh Bintang, kucing peliharaan Melati.

“Ya udah, ini non. Eh, non masih mau di sini ? Jangan lama-lama ya non, nanti keburu nyonya pulang, non khan nggak boleh masuk gudang ini.”

“Iya mbok, aku masih mau di sini sebentar lagi. Nggak apa-apa, nanti kalau mama pulang aku bakal cepat-cepat keluar kok.”

“Kalau gitu, mbok tinggal dulu ya non. Mbok masih ada kerjaan di belakang.”
“Oh,iya mbok.”


Sepeninggalnya mbok, Melati kembali mengamati lukisana yang tadi dilihatnya. Melati merasa ada sesuatu dalam dirinya yang bereaksi hebat ketika dia melihat lukisan itu. Melati tersentak dari lamunannya ketika dia mendengar panggilan mamanya.

“Sayang, kamu dimana? Mama bawain makanan kesukaan kamu nih.”

Melati bergegas menutup pintu gudang sambil menyahuti panggilan mamanya.

“ Ya ma. .”

“Sayang, kamu masuk gudang belakang ya?”

“mm..iya ma.” Melati hanya tertunduk tidak berani menatap mata mamanya, bukan karena dia takut melihat kemarahan di mata itu, tapi sebaliknya dia tidak mau melihat mata mamanya yang begitu lembut dan terlihat sedih. Wajah mamanya yang cantik, dengan paras keibuan dan kulitnya yang kuning langsat membuat melati selalu merasa nyaman menatapnya. Namun setiap kali Melati menatap wajah mamanya, dia semakin tidak menemukan kemiripan antara dia dan mamany. Terkadang hal itu membuatnya sedih dan merasa tidak nyaman, namun segera ditepisnya fikiran tersebut, karena pada saat yang bersamaan dia seolah bisa menatap wajah papanya yang penuh wibawa dan membuatnya sangat nyaman, karena wajah itu benar-benar mirip dengan wajahnya yang putih bersih seperti bunga melati, seperti namanya Melati.


Mama Melati menghela napas yang terdengar letih “ Hmm,, ya sudahlah mungkin sudah saatnya kamu tau. Lagi pula, mama tidak bisa selamanya menyimpan cerita ini.” Melati hanya diam mendengarkan mamanya berbicara, ada sesuatu yang bergejolak dalam batinnya, seolah dia tidak ingin pembicaraan ini terjadi, karena mungkin akan ada sebuah kenyataan yang sulit untuk diterimanya. Tapi Melati memilih untuk membiarkan mamanya terus bercerita. Tiba-tiba mamanya menghentikan ceritanya, karena tidak mampu menahan air mata yang sedari tadi sudah menggenang di sudut matanya. Melati merasa bersalah, tidak seharusnya dia membuat suasana menjadi sedih, Melati beringsut dan mendekati mamanya kemudian memeluk wanita yang sangat di sayanginya tersebut.


“Ma, mama jangan nangis lagi ya, Melati janji nggak bakal ngelanggar pesan mama lagi, Melati janji bakal jadi anak yang baik ma. Sekarang mama jangan nangis lagi.” Mamanya semakin meneteskan air mata mendengar ucapan anak semata wayangnya tersebut. Nyonya Pram tidak menyadari kalau Tuan Pram sudah pulang dan tengah memperhatikannya.


  


“Ma, biarkan saja semua ini tetap berjalan apa adanya.” Nyonya Pram menatap suaminya mencoba mencari secercah keyakinan.
“Tapi pa, mama takut jika suatu hari dia tau hal ini dari orang lain. Mama tidak mau kehilangannya lagi pa. Mama sudah tidak kuat kehilangan Melati untuk kedua kalinya.” Nyonya Pram mulai terisak.
“Ma, mama harus percaya sama papa, kita nggak akan kehilangan siapa-siapa. Mama harus berhenti bersikap seperti ini ma. Biarkan Melati tenang.” Nada suara Tuan Pram terdengar letih namun dia menyembunyikan itu semua di depan istrinya, dia terus berusaha untuk kuat agar dia bisa menguatkan istrinya.


  


“Gubrak”...

Terdengar suara ribut dari belakang, Tuan dan Nyonya Pram bergegas menuju sumber keributan. Terlihat pintu gudang yang sudah terbuka, Tuan dan Nyonya Pram memasuki gudang yang sudah lama tidak di fungsikan tersebut. Nyonya Pram tertegun melihat sebuah lukisan yang menempel di dinding tersebut. Meskipun gudang tersebut sudah lama tidak dimasuki namun lukisan itu tetap bersih seperti dirawat secara rutin oleh pemiliknya.
Nyonya Pram tersenyum dan meraih lukisan tersebut kemudian mengelap dan membersihkan debu tipis yang menempel.


Dibalik lukisan tersebut tertulis


Mama tersayang
Lukisan ini sengaja melati persembahkan untuk mama
Karena melati nggak tau ma
Sampai kapan melati bisa bertahan
Untuk itu, jika nanti melati udah nggak di samping mama lagi,
Semoga lukisan ini bisa menggantikan melati
Menjadi kelopak terakhir di hati mama
Mama, melati senang akhirnya hari ini mama mengizinkan melati
Ke negri kincir angin, melati janji ma akan cepat pulang
Dan terus di samping mama sampai waktu melati tiba.


Melati, 30 mei 1992




Tiba-tiba selembar kertas koran yang sudah lecek dan usang terjatuh dari tumpukan buku di dekat lukisan tersebut.

Minggu, 30 Mei 1992 Berita Utama
KECELAKAAN PESAWAT DENGAN TUJUAN BELANDA
Korban tewas :
1. Van der Riech
2. Roberto
3. Azelvna Kjonkvik
4. Moreno van Brogh
5. Melati Pramuditya


. . . . . . . . . . . . . . .

Tidak ada komentar: